Absalom Membunuh Amnon

Devotion from:
2 Samuel 13:23-14:24

2 Samuel 13:23 mengatakan bahwa dua tahun telah berlalu sejak Tamar diperkosa oleh Amnon. Dua tahun dan Absalom tetap menyimpan dendam dan niat untuk membunuh Amnon. Kebencian itulah yang terus membuat Absalom mencari kesempatan membunuh Amnon. Setelah lewat dua tahun, maka Absalom memakai kesempatan perayaan pesta setelah pengguntingan bulu domba. Mengapa tunggu dua tahun? Sebab sebenarnya pengguntingan bulu domba dilakukan setiap tahun. Mungkin Absalom ingin orang-orang melupakan peristiwa Amnon dan Tamar. Dia ingin orang-orang tidak lagi curiga bahwa dia masih menyimpan dendam kepada Amnon. Absalom adalah seorang yang sangat penuh perhitungan tetapi juga sangat pendendam. Dia bisa membuat perhitungan matang dan dia sangat mengerti kejiwaan orang-orang di sekelilingnya. Dia tahu kalau dia mengundang Amnon untuk datang ke pesta pengguntingan bulu domba, pastilah orang-orang akan curiga kepadanya. Tetapi setelah dua tahun berlalu, siapakah yang masih mengingat-ingat peristiwa Amnon dan Tamar? Tetapi, selain kemampuan untuk menyusun strategi dengan pengertian psikologi yang tepat dan kesabaran menanti dua tahun untuk rencananya, dia juga seorang yang sangat pendendam. Dia memelihara kebenciannya kepada Amnon selama dua tahun.

Dengan mulus dia memohon supaya raja Daud datang ke dalam perayaan. Tentu saja tujuannya bukanlah agar Daud yang datang, tetapi Amnon. Kalau demikian berarti Absalom telah dapat memberikan perkiraan bahwa ayahnya tidak akan datang. Setelah mendapatkan jawaban dari ayahnya bahwa dia tidak bisa datang, barulah Absalom memohonkan hal kedua, yang sebenarnya menjadi tujuan utamanya, yaitu supaya Amnon dan anak-anak raja bisa datang menggantikan Daud. Benar-benar suatu langkah yang diperhitungkan dengan matang. Maka semua anak raja ikut pesta itu dan terjadilah; ketika seluruh undangan, termasuk anak-anak raja dan terutama Amnon, mabuk, maka orang-orang Absalom telah siap untuk membunuh Amnon. Pembunuhan itu pun terjadi. Setelah anak buah Absalom membunuh Amnon, seluruh anak raja melarikan diri. Keadaan yang kacau ini membuat laporan yang tiba kepada Daud salah. Pembawa berita itu mengabarkan kepada Daud kalau Absalom bermaksud mengambil alih takhta dan menyingkirkan semua pesaingnya, yaitu seluruh anak-anak raja (2Sam. 13:30). Tetapi Yonadab, kawan dekat Amnon yang tahu persis bahwa Absalom dendam kepada Amnon langsung membaca situasi. Dia tahu bahwa hanya Amnon sajalah yang dibunuh oleh Absalom (2Sam. 13:23-33). Setelah membunuh Amnon, Absalom melarikan diri ke negeri Gesur, daerah asal ibunya (2Sam. 3:3). Dia tinggal di sana selama 3 tahun.

Dalam pasal 14 Yoab, yang tahu bahwa raja Daud merindukan Absalom, menyewa seorang perempuan untuk mengisahkan kisahnya sendiri tentang anaknya yang membunuh saudara kandungnya sendiri. Sesuai dengan perintah Taurat, anak ini harus dibunuh (Im. 24:17). Tetapi perempuan itu meminta belas kasihan Daud untuk mengampuni anaknya demi dirinya. Sebab jika anaknya tidak diampuni maka dia akan kehilangan kedua anaknya. Yoab bekerja sama dengan perempuan ini karena Daud, yang sebenarnya tidak ingin menghukum anaknya, mengalami kesulitan yang besar karena anak-anaknya. Amnon memerkosa Tamar, lalu Absalom membunuh Amnon, dan sekarang Absalom berada dalam bahaya dihukum mati. Haruskah Daud menjatuhi hukuman mati untuk anaknya sendiri? Keengganan Daud untuk memanggil pulang Absalom kemungkinan adalah karena dia enggan menimpakan hukuman kepada anaknya sendiri. Daud tidak menjalankan keadilan tetapi dia juga mengerti kalau dirinya tidak berhak menyatakan keadilan. Bolehkah seorang yang pernah tidur dengan istri orang lain menghakimi orang yang memerkosa? Bolehkah seorang yang pernah mengatur agar Uria mati terbunuh menghakimi orang yang membunuh Amnon, yang telah memerkosa adiknya? Seharusnya boleh. Bukan hanya boleh, tetapi harus. Mengapa harus? Karena Daud raja! Dia tidak seharusnya membiarkan segala keberdosaannya menghalangi keadilan dan kebenaran. Keengganan Daud menghukum bukan menunjukkan perasaan tidak layak Daud, tetapi justru menunjukkan ketidakmampuannya menegakkan kebenaran. Justru ini menjadi dosa tambahan bagi Daud yang gagal menyatakan keadilan sebagai raja. Selain itu Daud memiliki kasih sayang yang sangat besar untuk anak-anaknya. Kasih sayang yang ditunjukkan dengan cara yang buta sehingga Daud tidak pernah mendisiplin anak-anaknya. Dia bersalah bukan saja karena dia sebagai orang tua tidak tega mendisiplin anak-anaknya sendiri, tetapi karena dia tidak mendisiplin anak-anaknya dalam kapasitasnya sebagai raja Israel! Bolehkah anak-anak raja bertindak seenaknya sendiri dan bebas dari hukuman? Tidak. Tetapi rupanya anak-anak Daud melakukannya. Setelah Tuhan menjanjikan kasih setia kepada keturunan Daud, hantaman pencobaan langsung datang kepada anak-anaknya dan mereka gagal. Mereka gagal, dan Daud pun gagal. Kegagalan yang akan memuncak pada kesulitan yang makin besar bagi Daud. Maka strategi Yoab untuk mendatangkan perempuan bijak dari Tekoa itu adalah untuk menyatakan kepada Daud bahwa belas kasihan boleh diberikan kepada Absalom sama seperti belas kasihan diberikan kepada anak dari perempuan itu.

  1. Kaitan bagian ini dengan seluruh Kitab 2 Samuel

    Inilah tahap selanjutnya dari hukuman Tuhan kepada keluarga Daud. Tetapi narasi kita tetap mengisahkan adanya hubungan sebab-akibat yang jelas dari kisah-kisah yang terjadi. Absalom membunuh Amnon karena selama dua tahun Amnon tidak sekali pun dihukum dan diminta untuk membayar kesalahannya. Kegagalan Daud mendisiplin anak-anaknya ternyata berujung pada semakin jauhnya Absalom dengan Daud. Bagian ini mengisahkan awal kerusakan relasi Daud dengan Absalom. Dimulai dari keengganan Daud untuk menghukum Amnon, lalu dilanjutkan dengan keengganan Daud untuk memberikan entah hukuman atau pengampunan kepada Absalom, membuat makin terpisahnya kubu Absalom dari kubu Daud. Jadi bagian ini menjadi penyambung antara pernyataan hukuman Tuhan bahwa pedang tidak akan jauh dari keluarganya (2Sam. 12:10) dan penggenapannya, yaitu bangkitnya Absalom untuk menggulingkan kerajaan Daud.

  2. Apakah yang dapat kita pelajari?

    Bagian ini memberikan dua pelajaran yang sangat penting bagi kita semua. Yang pertama adalah sifat pasif Daud. Daud begitu pasif dan tidak mengambil tindakan apa pun untuk semua kekacauan yang terjadi. Ya, memang dia marah, tetapi marahnya hanyalah bentuk luapan emosi, bukan tindakan hukum yang jelas. Bukankah lebih baik jika seseorang bertindak demi keadilan, dan bukan demi memuaskan emosinya sendiri? Daud tidak diminta untuk menjadi manusia yang tidak punya perasaan apa-apa. Tetapi Daud juga tidak boleh mempunyai perasaan kasih sayang kepada anaknya sendiri dengan mengabaikan hukuman kepada anaknya. Seluruh perasaan Daud kepada anak-anaknya menjadi sesuatu yang memukul balik Daud. Inilah pelajaran pertama bagi kita sekalian. Jangan memberikan kelonggaran dan hak istimewa untuk seseorang yang sangat kita kasihi. Tidak salah mengasihi keluarga sendiri lebih daripada mengasihi orang lain, tetapi sangat salah kalau kita memperlakukan keluarga sendiri dengan kelonggaran-kelonggaran sedangkan untuk orang lain kita menerapkan peraturan yang ketat. Tidak boleh ada hak istimewa untuk anak sendiri! Pdt. Stephen Tong mengatakan bahwa Allah Bapa pun tidak memberikan hak istimewa kepada Allah Anak ketika Dia harus berinkarnasi menjadi manusia. Allah Anak tetap harus menjalani apa yang manusia lain jalani. Dia tetap harus diuji!

    Hal kedua yang menjadi pengingat bagi kita adalah untuk berjaga-jaga terhadap segala kepercayaan yang Tuhan berikan. Daud baru saja dijanjikan keturunan yang akan terus bertakhta. Tidak lama kemudian pada bagian ini keturunan Daudlah yang terus menerus bermasalah. Ujian yang dihadapi Daud justru menimpa keluarganya, yang baru saja mendapat janji Tuhan. Biarlah kita berjaga-jaga bahwa ketika Tuhan memercayakan kita suatu pelayanan, maka ujian akan menimpa hal-hal yang berkait dengan pelayanan itu. Yang dipercayakan untuk menyatakan firman, mungkin akan digoda oleh setan untuk menjadi ragu terhadap firman. Inilah sebabnya banyak ahli theologi yang justru menjadi ragu akan kebenaran Alkitab. Yang diberikan pelayanan dengan kemuliaan yang lebih tinggi dari yang lain, mungkin justru akan diserang sehingga dia jatuh dalam dosa kesombongan karena kedudukan yang tinggi itu. Yang diberikan kemampuan untuk membimbing keluarga-keluarga Kristen untuk setia kepada Tuhan dan keluarganya, mungkin justru akhirnya mengalami keluarga yang hancur. Yang dipercayakan untuk mendidik anak-anak dalam sekolah atau sekolah minggu, mungkin justru akhirnya gagal mendidik anak sendiri. Mengapa? Karena setan akan menyerang hal-hal yang berkait dengan pelayanan yang Tuhan sedang percayakan kepada kita untuk merusak pekerjaan Tuhan. Dan Tuhan mengizinkan setan menyerang sebagai ujian bagi kesetiaan kita. Maka marilah kita pelihara hidup kita. Daud dijanjikan keturunan, dan justru keturunannyalah yang menjadi sasaran setan. Apakah yang Tuhan percayakan dalam kehidupan kita? Melayani pemberitaan firman? Menggembalakan jemaat Tuhan? Kekayaan? Kepandaian? Keluarga? Apa pun yang Tuhan berikan dengan lebih, akan menjadi target sasaran godaan setan.

  3. Bayang-bayang Kristus

    Dilema Daud adalah keinginannya menerima kembali anaknya, Absalom, walaupun Absalom telah membunuh. Yoab, yang tahu kalau Daud ingin anaknya kembali, memahami kesulitan Daud. Dia adalah raja yang tidak boleh membebaskan Absalom dari hukuman. Tetapi di sisi yang lain dia juga adalah ayah yang mengasihi anaknya dan merindukan dia pulang. Yoab berusaha meyakinkan dengan contoh kasus buatan dari seorang perempuan Tekoa. Dia berusaha meyakinkan Daud bahwa untuk bertindak dengan belas kasihan adalah hal yang baik. Termasuk belas kasihan kepada Absalom sekalipun. Bolehkah Daud bertindak tanpa belas kasihan? Tanpa memberikan hukuman apa pun kepada anaknya yang telah membunuh saudaranya sendiri? Tidak boleh! Daud tidak boleh menjadi orang yang tidak menegakkan hukum. Tetapi Daud juga ingin mengasihani anaknya sendiri. Bagaimanakah dia dapat menjadi raja yang adil jika orang-orang yang dikasihinya diluputkannya dari hukuman. Allah juga demikian. Masakkan yang menghakimi seluruh dunia tidak sanggup bertindak adil? Tetapi kita, yang dikasihi oleh Allah, bagaimanakah kita dapat diluputkan dari hukuman Tuhan tanpa mengorbankan keadilan Tuhan? Dengan adanya penebus, yaitu Kristus. Dialah yang memampukan kita untuk menjadi anak-anak Allah karena Dialah yang telah menanggung dosa-dosa kita semua supaya Allah bisa menerima kita kembali. (JP)

sumber: https://pemuda.stemi.id/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Silahkan Hubungi Kami