Daud Dalam Pelarian: Daud Diselamatkan Husai

Devotion from:

2 Samuel 17:1-29

Pasal 17 dibuka dengan usul Ahitofel untuk mengejar Daud. Ini adalah usul yang sangat baik. Ketika dilihat ternyata orang-orang yang memihak Absalom berjumlah sangat banyak. Ahitofel meminta 12 ribu orang untuk melakukan pengejaran mendadak. Jika 12 ribu merupakan jumlah minimal yang dapat dikumpulkan dalam waktu singkat, berarti Absalom mempunyai kekuatan tentara yang jauh lebih besar dari jumlah itu. Usul Ahitofel ini sebenarnya sangat baik karena Daud dan orang-orang yang mengikutinya tidak sedang dalam keadaan bersiap untuk perang. Secara psikologis mereka sedang berada dalam keadaan yang berduka karena harus pergi meninggalkan Yerusalem sebagai orang yang telah ditolak bangsa mereka sendiri. Ahitofel dianggap sebagai ahli strategi yang sangat baik (2Sam. 16:23). Tetapi Tuhan bermaksud untuk membunuh Absalom di dalam pertempuran. Berarti Absalom harus ikut di dalam perang dan karena itu Tuhan menggerakkan Husai, yang berpura-pura berpihak pada Absalom (2Sam. 15:33-34) untuk membatalkan rencana Ahitofel. Untuk itulah Husai berpura-pura mengambil posisi bersama Absalom, sehingga nasihat Ahitofel dapat digagalkan oleh Husai.

Perhatikan cara Husai membalikkan rencana Ahitofel. Ahitofel dengan cerdik menggunakan unsur kejutan untuk mengalahkan Daud. 12 ribu orang melakukan pengejaran mendadak sebelum Daud masuk ke kubu perlindungan apa pun. Jika 12 ribu orang ini berhasil mengejar Daud, maka akan ada kekacauan di pihak Daud karena formasi mereka yang bukan formasi perang. Mereka akan direpotkan dengan keluarga mereka dan karena itu mereka tidak akan siap untuk berperang dengan 12 ribu tentara yang memang berada dalam kondisi berperang. Usul ini baik. Tetapi Husai membalikkannya dengan memberikan masukan bahwa pasukan Daud telah siap sedia untuk suatu serangan mendadak. Lebih baik jika seluruh Israel dikumpulkan untuk mengejar Daud. Secara strategi usul Husai ini tidak terlalu baik, karena ketika pasukan Daud telah memiliki kubu pertahanan, maka kemungkinan Daud akan ditempatkan di tempat paling sulit dicapai. Meskipun mereka mengalahkan ribuan tentara Daud, tetapi jika mereka belum membunuh Daud, pertempuran tetap belum berakhir. Sebaliknya dengan rencana Ahitofel. Tentara Israel akan berperang dengan Daud yang masih dalam perjalanan. Kemungkinan mereka membunuh Daud lebih besar dan begitu Daud berhasil mereka bunuh, maka perang berakhir walaupun mereka belum berhasil menaklukkan tentara Daud (2Sam. 18:3). Dalam pasal 18 kita akan lihat bahwa strategi yang diusulkan Ahitofel justru dijalankan oleh tentara Daud. Mereka menghantam pasukan Israel dengan tiba-tiba dan menghentikan perang ketika Absalom telah mati (2Sam. 18:15-16).

Tetapi kalimat Husai yang pasti akan diperhatikan Absalom adalah dalam ayat 9 dan 10. Husai tahu persis bahwa Absalom masih belum membuktikan kehebatannya sebagai raja dalam memimpin peperangan. Absalom tidak mau mengambil risiko kekalahan dalam pertempuran pertamanya. Kekalahan itu akan mempersulit dia untuk mengumpulkan seluruh Israel. Fokus utama Absalom untuk menarik hati seluruh Israel membuat dia memilih nasihat Husai daripada nasihat Ahitofel. Dalam ayat 23 dikatakan bahwa Ahitofel menggantung dirinya sendiri ketika nasihatnya diabaikan oleh Absalom. Mengapa? Karena dia tahu Israel sulit menang jika bukan dengan strategi kejutan yang dia usulkan. Hal lain yang membuat dia membunuh dirinya adalah karena keberadaan Husai yang ternyata lebih dipandang daripada dirinya sendiri.

Melalui orang-orang yang menjadi mata-mata di istana raja, Daud mendapat berita tentang rencana serangan yang diusulkan Ahitofel. Maka dia pun tidak berlama-lama. Dia tidak mengambil waktu untuk istirahat, melainkan tetap berjalan hingga menyeberangi sungai Yordan. Narasi Kitab Samuel, baik yang pertama maupun yang kedua, dengan indah menyatakan penyertaan Tuhan yang memimpin Daud selalu terasa nyata saat Daud berada dalam pelarian. Selain meluputkan Daud dari peperangan yang dapat membunuh dia, Tuhan juga menyiapkan segala yang dibutuhkan oleh Daud dan orang-orang yang bersama-sama dengan dia. Tuhan menyiapkan orang-orang yang tetap setia kepada Daud untuk memberikan makanan, minuman, dan segala hal yang diperlukan Daud dan orang-orangnya (ay. 27-29).

  1. Kaitan bagian ini dengan seluruh Kitab 2 Samuel.

    Bagian ini menyatakan penyertaan Tuhan bagi Daud di tengah-tengah hukuman-Nya. Tuhan mengirimkan Husai, lalu Ahimaas dan Yonatan (ay. 17-20) yang menjadi pembawa berita bagi Daud, orang-orang yang menolong Daud dengan membawa makanan (ay. 26-29), hingga penyertaan-Nya di dalam pertempuran. Bagian ini memberikan latar belakang ketika Kitab 2 Samuel masuk ke peperangan antara Daud dengan Absalom. Latar belakang mengapa Absalom akhirnya mengejar Daud dengan segenap kekuatan, dan latar belakang bagaimana akhirnya Tuhan akan membunuh Absalom dikemukakan pada bagian ini. Tuhan tidak berhenti mengasihani Daud, dan bagian ini memberikan penjelasan tentang itu. Bahkan ketika Tuhan sedang menghukum Daud pun penyertaan dan pemeliharaan-Nya tetap Daud rasakan. Tuhan sedang melatih Daud, dan karena itu hukuman yang dijalani Daud ini pun akan berujung pada bukti penyertaan Tuhan kepada Daud, bukan Absalom, atau siapa pun. Tuhanlah yang mengasihani Daud, itulah sebabnya tidak seorang pun dapat merebut takhta Israel dari dia. Daud tidak mati-matian mempertahankan, tetapi Tuhan yang menjaga takhta itu bagi Daud.

  2. Apakah yang dapat kita pelajari?

    Bagian ini menyatakan pemeliharaan Tuhan bagi orang yang diperkenan oleh Dia. Tuhan memakai segala hal untuk membuat orang-orang yang dikasihi-Nya mendapatkan apa yang Dia tetapkan untuk diberikan kepada mereka. Dengan demikian tidak ada gunanya kita merebut bagian yang menjadi milik orang lain. Tidak ada gunanya juga kita mengkhawatirkan bagaimana mengejar bagian yang mau kita dapatkan. Tuhanlah pemelihara kita. Kehidupan yang berkenan kepada Tuhan adalah jika kita hidup bertanggung jawab kepada Dia dan mengandalkan Dia. Tuhan memberikan roti kepada orang yang dikasihi-Nya selagi orang itu tidur (Mzm. 127:2). Apa gunanya kita menekan diri hingga tingkat stress sangat tinggi untuk mengejar apa yang kita mau? Lebih baik kita memaksa diri untuk hidup menyenangkan hati Tuhan. Jika pikiran kita diarahkan pada hal-hal yang sekunder, maka kehilangan hal yang utama dalam hidup tidak akan pernah bisa diganti oleh hal-hal yang sekunder itu. Jika kita mengorbankan relasi kita dengan Tuhan, tidak ada hal-hal apa pun yang dapat kita lakukan untuk menggantinya. Biarlah renungan ini boleh kita gumulkan terus.

    Mengapakah kita bekerja? Karena ingin menyenangkan hati Tuhan. Jika secara pendapatan atau kedudukan kita belum mendapat apa yang kita mau, lalu kita arahkan semua usaha kita untuk mencapai itu, apakah akan terjamin bahwa yang kita usahakan itu pasti berhasil? Tidak. Semua pengejaran itu hanya membuahkan ambisi yang tidak pernah terpuaskan hingga akhirnya membawa kepada depresi. Lalu bagaimana saya bisa tenang di tengah-tengah dunia yang tidak pasti ini? Satu-satunya cara kita bisa tenang adalah dengan tidak lagi menempatkan pencarian itu sebagai hal paling utama dalam hidup. Prestasi di kantor, dalam bisnis, dalam studi, dan semuanya itu merupakan sesuatu yang sangat kurang penting dibandingkan dengan tanggung jawab kita kepada Tuhan di dalam pekerjaan, usaha, ataupun studi kita. Mempertanggungjawabkan semua itu kepada Allah berarti apa pun yang kita lakukan, semua kita lakukan sebagai usaha untuk menyenangkan hati Allah kita. Jika kita sibuk mencari cara untuk mempertanggungjawabkan semua aspek hidup kita kepada Allah, maka hal-hal yang lain seperti pendapatan, prestasi, dan juga pengakuan manusia, jika memang Tuhan mau berikan, pasti akan kita terima. Tetapi jikalau tidak pun kita tetap memiliki sukacita sejati karena menyenangkan hati Tuhan jauh lebih agung dari pada semua yang lain. (JP)

sumber: https://pemuda.stemi.id/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Silahkan Hubungi Kami