Persari dan Perjusa Penuh Makna
Gunungputri, 03 Desember 2018
Pada tanggal 30 November sampai dengan 01 Desember 2018, SD Kristen Ketapang III melaksanakan Perkemahan Jumat – Sabtu ( Perjusa ) untuk para siswa kelas 4 dan 5 dimulai pada Jumat, pukul 14.30 – Sabtu, 13.00 WIB. Perkemahan Sehari ( Persari ) untuk para siswa kelas 1 sampai dengan kelas 3. Persari dilaksanakan pada Sabtu, 01 Desember 2018.
Para peserta terbagi ke dalam beberapa regu yang disebut dengan barung, mereka tampak asyik dengan aneka kegiatan kepramukaan. Mulai dari pembukaan, baris-berbaris, permainan, hingga api unggun. Adapun Perjusa diawali dengan kegiatan Upacara Pembukaan, PBB, estafet sarung, lawan kata, sandi, meraba barang, dan api unggun. Sedangkan Persari dimulai juga dengan Upacara Pembukaan, PBB, estafet sedotan – karet, puzel dan memisahkan manik-manik, mengurutkan bulan kelahiran, dan melipat baju.
Seakan bukan sedang melakukan kegiatan Pramuka, mereka sangat asyik hingga tak memperdulikan seragam pramuka maupun kaos kegiatan yang mereka kenakan basah oleh keringat .
Baik Persari maupun Perjusa memakai kolong hasduk berwarna merah. Itulah sekilas gambaran mengenai sebuah kegiatan perkemahan yang dilakukan di SD Kristen Ketapang III.
Perkemahan Satu Hari, atau yang sering disingkat Persari adalah sebuah kegiatan perkemahan yang dilakukan oleh Pramuka tingkat siaga. Pada Sekolah Dasar, tingkatan siaga merupakan tingkatan pada kelas kecil (Kelas 1-3). Namun, kegiatan Persari ini biasanya hanya dilakukan untuk siswa kelas 3. Kegiatan ini sering dilakukan pada hari Minggu dalam satu hari penuh.
Jika kakak-kakak kelas mereka telah bisa menerima tanggung jawab lebih semisal mengelola regu dan segala hal, maka berbeda dengan pramuka tingkat ini.
Karakter pramuka siaga cukup unik. Pribadi aktif dan tak pernah diam. Masih berada di kisaran usia di bawah 10 tahun, dunia anak-anak yang masih sangat dominan menjadi titik tumpu kegiatan ini.
Maka, bukan kegiatan yang mengekang dan mengharuskan untuk menerima peraturan ketat yang menjadi tumpuan kegiatan. Tapi, kegiatan yang bisa mengendalikan egoisme, merasa memiliki teman, peduli, dan dapat mengekspresikan keaktifannyalah yang merupakan tumpuan kegiatan ini. Menarik dan menyenangkan, namun tetap memberi semangat nilai-nilai pramuka.
Walau hanya satu hari dan biasanya berakhir pada pukul 13.00, tapi jangan sepelekan berbagai manfaat dari kegiatan Perjusa dan Persari ini. Ada banyak pesan yang tersirat yang tak kalah penting dalam kegiatan ini, antara lain :
Pertama, Belajar tanggung jawab.
Dengan hati riang dan ikhlas, sesuatu yang mungkin sulit dirasakan oleh orang dewasa.
Mereka akan melakukan banyak tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka meski dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Misalnya, dalam permainan estafet sedotan – karet, maka mereka akan belajar untuk tetap riang gembira meski ada kepayahan dan kesusahan berupa kerjasama gerakan tubuh terutama mulut/bibir yang berperan utama dari peserta satu ke peserta berikutnya dalam setiap kelompok.
Jika dianalogikan di dalam kehidupan sehari-hari, rutinitas yang dilakukan memang akan membuat berkeringat, berpeluh dan bersusah payah. Kepayahan itu sejatinya akan sebanding dengan kerja keras yang dilakukan. Dalam tataran permainan ini, terpenuhinya karet bisa pindah dari orang pertama sampai dengan orang terakhir adalah hasil nyata dari usaha kerjasama tersebut.
Kedua, Masalah egoisme.
Sederet permainan lain juga bisa dilakukan untuk mengurangi egoisme dalam diri peserta pramuka siaga dan penggalang. Dengan berkembangnya teknologi yang berdampak buruk seperti penggunaan gawai/gadget yang berlebihan, sifat egoisme yang tumbuh pada anak-anak bak cendawan di musim hujan.
Dalam sehari penuh, mereka dicoba untuk tak menggunakan gawai/gadget tersebut. Berganti dengan berbagai macam permainan, semisal estafet sedotan – karet, Mengurutkan bulan kelahiran dll.
Mereka akan mendapat pengalaman bahwa bekerja sama dengan teman dalam tujuan baik adalah hal utama di dalam hidup ini. Tak akan ada orang yang bisa berjalan sendiri dan lebih mementingkan egoismenya.
Ketiga, Belajar fokus pada tujuan dan kegiatan yang dikerjakan.
Sudah banyak contoh bagaimana orang dewasa yang lebih mementingkan untuk mengurusi hal yang dikerjakan oleh orang lain daripada fokus mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan.
Demikian pula yang dilakukan banyak siswa tingkat siaga dan Penggalang di dalam kelas. Masih banyak yang lebih senang mengurusi hal-hal yang dikerjakan atau yang dimiliki temannya padahal pekerjaannya sendiri belum tuntas.
Hal-hal sepele seperti pensil apa yang dimiliki teman sering menjadi pusat perhatian. Sama halnya dengan apa pilihan politik teman bagi beberapa orang. Hal sepele yang sejatinya tak terlalu perlu diurusi dan membuat tujuan utama menjadi terabaikan.
Dengan melakukan permainan seperti estafet sedotan – karet atau estafet sarung, sifat ini akan dapat dicoba dikikis melalui pemahaman nyata bahwa kita harus fokus pada tujuan yang harus kita kerjakan.
Keempat, Belajar kreatif.
Ajaran untuk kreatif memang sangat mendarah daging di dalam kegiatan kepramukaan. Demikian pula pada kegiatan Persari dan Perjusa ini. Aneka kegiatan yang mengasah kreativitas juga dilakukan, semisal membuat kerajinan sederhana.
Kelima, Belajar mandiri.
Tentu sifat ini juga menjadi inti dari kegiatan pramuka. Menjadi mandiri adalah keharusan. Selama satu hari penuh, mereka akan dididik untuk menjadi mandiri tanpa bantuan orang tua.
Sifat mandiri ini dapat muncul karena mereka menikmati segala kegiatan yang mereka lakukan satu atau dua hari penuh. Tak seperti kegiatan pembelajaran di kelas setiap hari, mereka seakan tak peduli dengan orang tua mereka yang berada di pintu gerbang sembari menunggu mereka.
Berkonsentrasi melakukan kegiatan dan kewajiban dengan hati gembira membuat sifat mandiri mereka terpupuk dengan perlahan.
Belum banyak sekolah yang melakukan
Walau memiliki tujuan baik, namun belum semua sekolah bisa melakukan kegiatan Persari dan Perjusa ini. Padahal, kegiatan ini bisa menginisiasi pemahaman kepada anak-anak mengenai pentingnya gerakan Pramuka. Memahamkan kepada mereka bahwa pramuka itu menyenangkan dan banyak hal yang dipetik untuk kehidupan sehari-hari.
Selain biaya, alasan lain yang sering muncul adalah kurangnya pembina Pramuka Siaga di sekolah tersebut. Berbeda dengan Pramuka Penggalang, Pramuka Siaga memang membutuhkan bimbingan yang ekstra.
Kegiatan pembinaan yang sifatnya pribadi, bukan kelompok atau kasikal menjadi salah satu alasan perlunya banyak pembimbing dalam kegiatan ini. Alasannya, sifat dari pribadi masing-masing peserta akan dapat diketahui sehingga pengembangan lebih lanjut bisa dilakukan.
Untuk mengatasi kekurangan pembina itu, maka sekolah dapat melibatkan guru kelas atau guru lain. Bisa juga, melibatkan kakak-kakak Pramuka Penggalang yang telah diberi pengarahan untuk ikut membantu membina pembina utama.
Pembagian kelompok kecil (barung) juga dilakukan dengan tidak memuat banyak peserta di dalam satu barung, semisal 6-8 peserta. Berbeda dengan kelompok regu dalam Pramuka Penggalang yang bisa mencapai 10 peserta tiap regunya.
Kakak-kakak penggalang bisa membantu memandu adik-adiknya. Mereka juga sekalian belajar kepemimpinan.
Dengan ditetapkannya Pramuka sebagai salah satu wadah Penguatan Nilai Karakter (PPK) melalui Perpres No 87/2017, maka sudah seyogyanya kegiatan Persari dan Perjusa ini menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh tiap sekolah. Tak perlu muluk-muluk dan menghabiskan banyak biaya. Kegiatan sederhana asal bisa diikuti oleh semua siswa tingkat siaga.
Bagaimanapun, sistem kepelatihan dan pembentukan kepramukaan akan lebih bermakna dan mengena jika mulai dilakukan sejak tingkat terendah, yakni Pramuka Siaga.
Bagaimana bisa mereka akan bisa mencintai Pramuka dengan sepenuh hati dan mempraktikkan ajaran-ajaran Pramuka di dalam kehidupan sehari-hari jika tidak ditanamkan sejak dini?
Sekian tulisan dari saya .
Salam Pramuka!
Kepsek SD Kristen Ketapang III