Israel mengikat Janji

Devotion from :

Nehemia 9:38-10:39

Bagian ini melanjutkan kisah yang telah dibahas sebelumnya, yaitu dampak dari pertobatan yang terjadi di tengah-tengah orang Yahudi. Mereka bertobat karena mereka telah sadar betapa besar dosa mereka. Tetapi pertobatan yang sejati tidak cukup dengan menangisi dosa. Pertobatan menuntut komitmen untuk hidup suci. Pertobatan yang sejati menggerakkan orang-orang yang bertobat untuk mengikat janji kepada Tuhan dengan suatu perasaan hati yang sungguh-sungguh. Pertobatan sejati menuntut komitmen yang sejati. Itulah sebabnya seluruh orang Israel mengikat janji di hadapan Tuhan, baik para pemimpin politik (termasuk kepala daerah), maupun para pemimpin agama (para imam). Apakah yang mendorong mereka mengikat perjanjian ini? Kesadaran akan kesalahan para pendahulu mereka, inilah yang membuat mereka mengikat perjanjian kepada Tuhan.

Hal pertama yang mereka janjikan adalah pengudusan yang sejati. Mereka berjanji akan memisahkan diri dari penduduk bangsa-bangsa lain sekeliling mereka. Apakah arti pengudusan itu? Pengudusan berarti memisahkan diri untuk dipersembahkan sepenuhnya bagi Allah. Inilah yang mereka lakukan di dalam Nehemia 10:28. Mereka berjanji bahwa mereka tidak akan menjadi sama dengan dunia ini. Tuhan menuntut pengudusan umat-Nya. Tuhan tidak ingin umat yang terus bercampur dengan apa yang cemar. Kerinduan untuk hidup bagi Tuhan harus disertai dengan kerelaan untuk tidak lagi menjadi sama dengan dunia ini.

Di dalam Nehemia 10:29 dikatakan bahwa mereka mengikat sumpah kutuk. Ini adalah tanda perjanjian yang umum pada waktu itu. Perjanjian berarti mendapatkan berkat jika setia dan memperoleh kutuk jika melanggar. Penekanan kepada kutuk yang akan diterima menjadikan perjanjian sebagai sesuatu yang sangat mengikat. Tidak ada orang yang berani mengikat perjanjian dengan sembarangan. Tidak ada yang berani berjanji tanpa ada intensi dan komitmen untuk menaati. Tanpa ada intensi, apalagi komitmen untuk menaati, berarti mendatangkan kutuk bagi diri sendiri. Pertobatan sejati harus melibatkan kesungguhan hati untuk berkomitmen meninggalkan dosa dan kehidupan yang cemar. Apa sajakah kehidupan cemar yang harus dihindari oleh orang Israel pada waktu itu?

Yang pertama adalah janji untuk tidak bercampur di dalam pernikahan dengan bangsa-bangsa sekeliling mereka. Nehemia 10:30 mencatat bahwa seluruh Israel mengikat janji untuk menghindarkan diri dari kawin campur. Jika umat Tuhan harus memisahkan diri dari dunia ini, maka tentulah hal pertama yang harus murni adalah perkawinan. Bagaimana mungkin bangsa itu dapat menguduskan diri jika mereka bercampur di dalam pernikahan dengan bangsa-bangsa lain. Mereka juga mengingat bagaimana Salomo, raja yang paling berhikmat di dalam sejarah Israel, jatuh karena menikahi perempuan-perempuan asing. Merekalah yang membuat Salomo melupakan Tuhan dan meninggalkan Dia di tengah-tengah segala kelimpahan dan kedamaian yang dianugerahkan Tuhan kepada dia.

Janji berikutnya di dalam Nehemia 10:31 adalah janji untuk menguduskan hari Sabat. Umat Tuhan yang terus lupa beribadah kepada Tuhan tentulah tidak bisa terus menerus disebut umat Tuhan. Umat Tuhan yang sejati harus datang dan sujud kepada Allah karena untuk Dialah umat Tuhan dipanggil oleh Tuhan. Mereka berjanji untuk menguduskan hari Sabat untuk beribadah kepada Dia dan untuk mempersembahkan hari itu untuk Dia. Walaupun tawaran keuntungan begitu besar sekalipun, mereka tetap memilih untuk mengutamakan Tuhan dan menguduskan hari Sabat.

Dalam ayat 32 mereka juga berjanji memberikan persembahan yang terbaik. Segala berkat berasal dari Tuhan, tetapi dosa besar dari umat Tuhan sebelum mereka bertobat adalah mereka memberikan yang sisa kepada Tuhan. Apa yang mereka tidak ingin pakai itulah yang diberikan kepada Tuhan. Janji ini diteruskan dengan komitmen untuk memperbaiki segala hal yang masih rusak di dalam rumah Tuhan. Mereka berjanji akan memelihara rumah itu beserta dengan seluruh imam yang melayani mezbah Tuhan.

Untuk direnungkan:
Bagaimana dengan pertobatan kita semua? Apakah kita sudah benar-benar bertobat dan berbalik dari dosa-dosa kita? Apakah kita mau berjanji dengan komitmen yang sungguh-sungguh akan menaati janji itu? Biarlah kita belajar dari apa yang dijanjikan oleh orang Israel pada bagian ini. Mereka mau memelihara kekudusan mereka dengan tidak bercampur dengan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan. Apakah ini berarti mereka tidak bisa bergaul dengan bangsa-bangsa lain? Tentu tidak, tetapi ini berarti bahwa mereka tidak akan menjalin relasi yang demikian dekat dengan bangsa-bangsa lain. Kita tidak dipanggil untuk membentuk suatu persekutuan yang terpisah dari dunia ini dan tidak pernah berhubungan sama sekali dengan orang tidak percaya. Tetapi kita juga diingatkan untuk tidak masuk ke dalam persekutuan yang terlalu akrab dengan orang tidak percaya, apalagi di dalam relasi pernikahan. Bagaimana mungkin sebuah keluarga dengan konsep nilai yang mutlak berbeda dapat membina rumah tangga bersama-sama? Bagaimana mungkin umat Tuhan menjadi umat-Nya yang kudus jika tidak lagi ada perbedaan kesatuan dengan sesama orang percaya dan kesatuan dengan dunia ini. Kita dibebaskan untuk menjalin relasi dengan siapa pun, tetapi relasi yang menuntut kesamaan cara pandang, kesamaan komitmen dasar, dan kesamaan nilai hidup tidak bisa dibina dengan orang tidak percaya. Hanya di dalam persekutuan bersama dengan umat Tuhanlah relasi yang dalam ini bisa terjadi. Apalagi di dalam relasi yang intim seperti pernikahan. Komitmen total kepada Allah harus dimiliki oleh kedua orang yang akan membina pernikahan. Kurang dari itu akan membuat derita yang tidak habis-habisnya di dalam keluarga itu.

Hal berikutnya adalah, biarlah kita juga menyadari bahwa pertobatan sejati harus mencakup komitmen untuk ibadah dan melayani Tuhan. Dusta kita yang paling besar adalah kalau kita mengaku sudah bertobat, tetapi tidak pernah mau menyediakan waktu bersama dengan umat Tuhan datang menyembah, memuji Dia, dan mendengarkan firman-Nya. Kita harus belajar melihat hidup dengan sudut pandang yang berbeda. Ibadah kepada Allah harus mendapatkan keutamaan, lebih dari hal-hal yang lain. Mengapa? Karena di dalam hal-hal yang lain pun Allah harus tetap diutamakan. Bagaimana mungkin kita mengutamakan Allah di dalam hal-hal yang lain kalau untuk datang beribadah kepada Dia saja kita gagal. Beribadah kepada Allah berarti juga berbagian di dalam memelihara rumah-Nya. Allah telah menyatakan bahwa gereja adalah bait-Nya yang kudus (Ef. 2:19-21), dengan demikian apa yang dikerjakan Allah untuk memanggil, membangun, dan memelihara gereja-Nya adalah pekerjaan di mana kita semua harus berbagian. Orang Kristen sejati datang beribadah kepada Tuhan, memuliakan nama Tuhan di dalam pekerjaan dan hidupnya sehari-hari, dan terlibat di dalam melayani gereja-Nya. Setelah kita merenungkan semua hal ini, sekarang marilah kita menjawab pertanyaan berikut, pertanyaan yang harus kita jawab masing-masing, yaitu sudahkah kita memiliki pertobatan yang sejati?

Doa:
Tuhan, tolonglah kami untuk sadar akan dosa-dosa kami. Peliharalah kami sehingga kesadaran itu berbuah menjadi pertobatan yang sejati. Kami juga terus memohon supaya Tuhan memelihara pertobatan kami dengan memberikan kami hidup yang mengabdi kepada Tuhan, memelihara kekudusan hidup, dan yang mengerjakan segala sesuatu hanya bagi Tuhan saja. Kami berjanji kepada-Mu untuk dengan segenap hati dan kekuatan kami melaksanakan janji kami untuk hidup di dalam kekudusan dan dedikasi kepada-Mu. Kuatkanlah kami, ya Tuhan. (JP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Silahkan Hubungi Kami