Tuhan Yesus dicobai (2)
Devotion from:
Di dalam pencobaan yang kedua Iblis membawa Yesus ke atas Bait Suci. Mengapa dia melakukan itu? Dia melakukannya untuk meletakkan Yesus di tempat yang paling suci dan paling menyatakan kehadiran Tuhan. Bait inilah simbol kehadiran Tuhan. Jika bait ini merupakan simbol kehadiran Tuhan bagi Israel, tentu bait ini juga akan menjadi tanda penyertaan Tuhan bagi Yesus. Jika Israel yang sudah melawan Tuhan berkali-kali pun masih mendapatkan kesempatan disertai oleh Tuhan, apalagi Yesus yang hidup dengan sempurna di hadapan Tuhan. Maka Iblis menempatkan Yesus di puncak Bait Allah untuk mengingatkan Dia bahwa Allah tidak mungkin meninggalkan Dia. Maka serangan kedua pun dilancarkan oleh Iblis. Iblis kembali mempertanyakan status Yesus sebagai Anak Allah. Pembuktian status ini dipakai untuk membuat Yesus menjatuhkan diri-Nya ke bawah demi membuktikan bahwa Allah tidak akan membiarkan Anak-Nya mati di Bait Suci. Maka Iblis memakai Mazmur 91:12 yang ditafsirkan secara terbalik. Mazmur 91:12 mengatakan bahwa Sang Anak Allah akan dijaga supaya tidak terantuk batu sekalipun.
Tetapi Mazmur 91:12 tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk sengaja mengaitkan kakinya pada sebuah batu! Jangan mencobai Tuhan Allahmu! Iblis memakai Bait Suci sebagai sesuatu yang secara otomatis menyatakan kehadiran Allah. Ini persis dengan perkataan para nabi palsu di dalam Kitab Yeremia (Yer. 7:4). Tetapi Tuhan tidak mau Israel mengandalkan Bait Suci. Tuhan mau mereka melakukan keadilan dan setia kepada Tuhan (Yer. 7:1-7). Yesus tahu keberadaan Bait Suci tidak sepenting melakukan kehendak Allah dengan setia. Pancingan Iblis untuk membuat Yesus membuktikan status-Nya sebagai Anak Allah tidak digubris oleh Yesus.
Jawaban Tuhan Yesus kembali dengan mengutip firman Tuhan. Yesus tidak berdebat dengan Iblis, tetapi Dia mengutip dari firman Tuhan yang sesuai konteks pencobaan dari Iblis. Bagaimana kita melawan Iblis dan tipu dayanya? Dengan kembali kepada apa yang dikatakan di dalam Kitab Suci. Tuhan Yesus mengutip Ulangan 6:16, jangan mencobai. Orang Israel di dalam Ulangan 6:16 mendengarkan peringatan dari Musa tentang dosa mereka yang berkali-kali mencobai Tuhan Allah mereka. Keluaran 17:7 menjelaskan bahwa dosa mereka adalah meminta pembuktian dari Tuhan untuk mengetahui apakah Tuhan menyertai atau tidak. Tuhan menyertai dan itu dirasakan dengan sangat jelas oleh orang-orang yang sungguh-sungguh berpaut pada Dia. Sebaliknya penyertaan Tuhan terasa asing oleh orang-orang yang akhirnya binasa di padang gurun. Mengapa terasa asing? Karena mereka menginginkan banyak hal yang tidak sesuai dengan Tuhan. Mereka memilih perut kenyang daripada berjalan mengikuti pimpinan Tuhan di padang gurun. Mereka memilih menghadap kuali penuh daging ketimbang mengalami penyertaan Tuhan yang menguduskan mereka menjadi umat yang terpisah dari dunia ini (Kel. 16:3). Mereka tidak mau Tuhan, maka penyertaan Tuhan menjadi asing bagi mereka. Itulah sebabnya mereka bertanya, apakah Tuhan benar-benar menyertai?
Ini pertanyaan yang tidak akan ditanyakan oleh orang-orang yang sudah mengalami penyertaan ini. Orang beriman tentu pernah mengalami saat-saat sulit di mana penyertaan Tuhan terasa begitu jauh dan seolah Tuhan telah meninggalkan dia (Mzm. 22:1-3). Tetapi ini terjadi karena Tuhan sedang menguji mereka dengan kesulitan-kesulitan yang nyata, bukan karena keinginan daging mereka tidak dipenuhi! Tuhan Yesus menyerukan, “Allah-Ku! Allah-Ku! Mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46). Ini seruan yang dikatakan karena Allah benar-benar memalingkan wajah-Nya karena dosa-dosa dunia yang tengah ditanggung oleh Kristus. Ini berbeda dengan seruan orang-orang Israel yang rakus dan tidak merasakan penyertaan Tuhan karena mereka tidak mendapatkan menu daging untuk makan siang mereka. Maka, jika penyertaan Allah diragukan karena motivasi-motivasi duniawi seperti keserakahan, atau nama bagi diri sendiri (perhatikan pernyataan Iblis, “Jika Engkau Anak Allah”), ini adalah keraguan yang sama dengan orang-orang Israel yang mempertanyakan kehadiran Allah. Tuhan Yesus tidak mempertanyakan kehadiran Bapa-Nya walaupun Dia berada di padang gurun dalam keadaan yang lapar. Dia tahu Bapa-Nya tetap memperhatikan, menyertai, dan sedang menepati apa yang Dia katakan di dalam Mazmur 91:12. Jika Dia sudah mengetahui dan memercayai penyertaan Bapa-Nya, maka tuntutan untuk membuktikan penyertaan itu tidak relevan bagi Yesus.
Untuk direnungkan:
Dapatkah kita semua mengamini penyertaan Tuhan bagi kita? Ataukah kita sama butanya dengan orang Israel yang tidak melihat Tuhan walaupun tiang awan dan tiang api menyertai mereka, walaupun laut merah terbelah bagi mereka, walaupun roti dari surga turun untuk memelihara hidup mereka? Jika kita mempertanyakan kehadiran Tuhan dan menuntut bukti nyata dengan pertolongan tangan-Nya setelah kita sengaja membawa diri kita sendiri ke dalam keadaan yang memerlukan pertolongan-Nya, maka kita sedang mencobai Tuhan. Jangan mencobai Dia dengan meminta Dia membuktikan penyertaan-Nya. Jika Dia tidak mau menyertai kita, maka Dia tentu tidak akan memberikan bukti penyertaan itu. Jika Dia memang menyertai kita, maka tentu iman kita yang sejati akan menyatakan betapa jelasnya penyertaan-Nya atas hidup kita. Tetapi perhatikan betapa mudahnya kita terjerumus di dalam dosa. Kita dengan sangat mudah merasa bahwa Tuhan sudah meninggalkan kita karena kesulitan yang sedang kita hadapi. Kita mempertanyakan Tuhan karena keadaan yang terjadi di dalam hidup kita. Apakah Tuhan tidak boleh mengizinkan kita masuk ke dalam kesulitan? Apakah Tuhan tidak boleh memimpin hidup kita ke padang gurun? Jika Dia tidak berdaulat atas hidup kita, maka Dia bukan Allah kita. Jika Dia berdaulat di dalam hidup kita, mari kita belajar untuk tunduk kepada rancangan-Nya. Mengapa? Karena rancangan-Nya tidak akan gagal untuk kemuliaan nama-Nya dan untuk damai sejahtera bagi umat-Nya. Di manakah bukti penyertaan itu? Buktinya ada di dalam hidup kita sendiri, juga di dalam hidup orang-orang beriman sepanjang sejarah yang telah Tuhan sertai dan panggil untuk melayani Dia dengan giat dan tidak bersungut-sungut.
Hal kedua yang dapat kita ingat terus, yaitu bahwa Tuhan tidak berkewajiban untuk memenuhi tuntutan kita di dalam situasi yang sedang kita hadapi, terutama jika situasi itu diciptakan sendiri oleh kebebalan kita. Dia juga tidak akan menolong kita mencapai ambisi liar kita. Dia tidak akan menolong orang-orang yang mempermainkan penyertaan-Nya. Tetapi Iblis akan mempermainkan konsep kita tentang Allah dengan mengatakan bahwa Allah berkewajiban untuk membahagiakan kita. Allah harus ada bagi kita. Allah harus membuat segalanya baik bagi kita. Allah harus membuat kita berada dalam keadaan yang mulia dan bebas dari segala penderitaan. Tetapi ini semua adalah penyesatan yang sangat berbahaya. Mengapa berbahaya? Karena cara berpikir seperti ini adalah cara berpikir setan! Kita diciptakan untuk melayani Tuhan, bukan sebaliknya. Tuhan tidak berkewajiban untuk melayani kita! Kita yang harus mendedikasikan diri kita untuk Tuhan, bukan sebaliknya. Tuhan tidak harus mengikatkan diri-Nya untuk kebahagiaan kita. Jikalau Dia rela memanggil kita, memberikan berkat-Nya, memberikan kemuliaan, membebaskan segala dukacita dan penderitaan kita, semua ini terjadi karena kerelaan-Nya. Jika ini terjadi karena kerelaan-Nya, pantaskah kita menuntut Tuhan untuk melakukan semua ini bagi kita? Tidak. Jika kita menuntut Dia untuk menyukakan hati kita karena Dia pernah berjanji akan memberikan sukacita kepada kita, maka kita sedang mencobai Dia seperti orang Israel, yang telah dihabiskan oleh murka-Nya, yang pernah mencobai Dia di padang gurun.
Doa:
Ya Tuhan, kami bersyukur sebab Tuhan Yesus memberikan teladan bagi kami untuk melawan godaan Iblis. Walaupun Bapa di surga telah berjanji untuk melindungi dan menjaga Dia, tetapi Dia tidak menuntut Bapa-Nya melakukan itu dengan sengaja menjatuhkan diri-Nya. Tolonglah kami untuk tidak menuntut hal yang tidak pantas kepada Allah kami. Jika kami boleh menikmati segala kebaikan dari Engkau, ya Allah, kami tahu itu semua karena anugerah-Mu. Terpujilah nama-Mu karena berkat penyertaan-Mu, yang kami imani dengan sepenuh hati, bagi kami yang tidak layak ini. (JP)