Doa Yesus di Getsemani
Devotion from Matius 26:36-46
Sebelum Yesus ditangkap, Matius mencatat peristiwa di Getsemani. Pada waktu itu Yesus membawa Petrus, Yohanes, dan Yakobus. Dia begitu gentar karena Dia tahu saatnya untuk menyerahkan diri-Nya menjadi korban bagi penebusan dosa telah tiba. Yesus begitu takut dan gentar, tetapi para murid benar-benar tidak mengerti. Mereka tidak sadar kalau saatnya telah tiba bagi Yesus. Itulah sebabnya Yesus begitu gentar dan para murid mengantuk dan tertidur. Ketidakpekaan mereka sekarang mencapai puncaknya. Pada saat di mana seluruh tujuan Kristus datang ke dalam dunia akan tergenapi, para murid justru tertidur karena mengantuk. Akankah orang mengantuk ketika ada suatu peristiwa sangat besar akan segera terjadi? Jika dia menyadarinya tentu saja dia tidak akan mengantuk.
Yesus, di tengah-tengah kegentaran-Nya, berdoa kepada Bapa-Nya yang di surga. Dia tidak mencari siapa pun. Dia hanya mencari Bapa-Nya di dalam saat-saat seperti ini. Yesus Kristus memohon agar jikalau mungkin Dia diluputkan dari saat ini. Yesus tidak takut jikalau Dia harus dipaku di kayu salib. Tetapi Dia sangat gentar karena Bapa-Nya akan memalingkan wajah-Nya dan meninggalkan Dia (Mat. 27:46). Kegentaran inilah yang membuat Dia ingin, jikalau mungkin, agar cawan pahit yang harus Dia minum ini boleh dilewatkan. Apakah keinginan ini bertentangan dengan kehendak Bapa? Tidak. Keinginan untuk dekat dengan Bapa, berada di dalam relasi yang sempurna dan di dalam kasih dengan Bapa, adalah juga kehendak Bapa bagi Sang Anak. Tetapi baik Sang Bapa maupun Sang Anak harus mengalami kerusakan relasi ini ketika Yesus Kristus, Sang Anak, harus menanggung dosa manusia. Inilah salah satu paradoks dari salib. Untuk menanggung dosa manusia, Sang Anak harus melakukan apa yang Dia senang lakukan, yaitu menaati Bapa, sekaligus melakukan apa yang Dia sangat gentar dan benci, yaitu terpisah dari Bapa. Untuk menebus dosa manusia, Sang Bapa harus melakukan apa yang Dia senang lakukan, yaitu memanggil orang-orang pilihan-Nya untuk kembali kepada Dia, sekaligus melakukan apa yang Dia sangat benci, yaitu meninggalkan Sang Anak. Maka Kristus berdoa dan memohon kepada Bapa agar cawan ini, yaitu sengsara yang harus Dia derita karena ditinggal oleh Allah Bapa-Nya, boleh dilewatkan dari Dia. Tetapi doa ini ditutup dengan kalimat: “… jangan seperti kehendak-Ku, tetapi seperti kehendak-MU sajalah.” Inilah doa yang seharusnya diikuti oleh semua orang percaya. Bukan kehendakku, tetapi kehendak-Mu. Inilah cara doa yang tunduk kepada Allah dan mengakui kedaulatan-Nya di dalam segala hal. Doa yang sejati dipanjatkan dengan permohonan yang sungguh-sungguh diinginkan, tetapi juga dipanjatkan dengan hati yang tunduk dan taat kepada kedaulatan Allah. Doa yang penuh permohonan dan harapan untuk didengar, tetapi juga penuh dengan kerelaan untuk menjalankan apa yang Allah inginkan, bukan yang diri inginkan.
Pergumulan berat yang Kristus hadapi ini harus Dia hadapi sendiri. Tidak ada orang-orang di sekeliling Dia yang mengerti. Para murid utama yang Dia berikan kepercayaan lebih, yaitu Petrus, Yakobus, dan Yohanes, tertidur dan membiarkan Dia menghadapi semuanya sendiri. Apakah yang sebenarnya Yesus harapkan dari mereka? Yesus membawa mereka untuk berjaga-jaga dengan Dia di dalam doa (ay. 38, 41), tetapi mereka tidak mengerti. Mereka begitu lelah dan akhirnya tertidur karena mereka pikir malam ini adalah malam yang sama dengan malam-malam lainnya. Tetapi andaikata mereka tahu bahwa malam ini adalah malam Yesus akan ditangkap dan diserahkan untuk disalibkan, maka tentu mereka akan berdoa dan berjaga-jaga, sesuai dengan keinginan Yesus (ay. 41). Demikian juga saat ini bagi kita sekalian. Jika kita tidak sadar betapa berbahayanya hidup tanpa topangan Tuhan, maka kita tidak akan berjaga-jaga di dalam doa. Kita akan berusaha sendiri, berjuang sendiri, bergerak sendiri, dan melakukan semua dengan bergantung pada tangan sendiri. Tetapi jika kita tahu bahwa yang sedang terjadi di dalam dunia dan yang akan terjadi di dalam sejarah manusia adalah hal-hal yang akan menjauhkan kita dari Allah dan anugerah-Nya, maka kita akan dengan tekun berdoa memohon kepada Tuhan untuk memberikan kekuatan dan perlindungan-Nya. Jika kita sadar kita sedang berada di dalam keadaan perang, maka pasti kita tidak akan terlena dan santai, apalagi tertidur.
Tetapi Yesus Kristus menyadari waktu yang krusial ini sendirian. Dia sendirian ketika diuji di padang gurun. Sama seperti Yesus, Adam pun mendapatkan ujian di taman Eden. Demikian juga Israel diuji Tuhan di padang gurun. Tetapi baik Adam maupun Israel tidak pernah mendapatkan ujian yang harus dihadapi seorang diri. Adam menghadapinya dengan istrinya dan Israel menghadapinya sebagai bangsa, tetapi Yesus menghadapinya sendirian. Demikian juga sekarang Yesus menghadapi saat-saat penuh pergumulan ini di Taman Getsemani seorang diri. Di manakah para murid? Tinggal di tempat yang terpisah dari Yesus (ay. 36). Di manakah Petrus, Yakobus, dan Yohanes? Tertidur. Bahkan Bapa di surga, yang tidak pernah meninggalkan Yesus, harus meninggalkan Dia sebentar lagi, yaitu ketika Dia dipaku di atas kayu salib. Inilah saat pergumulan yang sangat berat, dan semua ini harus ditanggung oleh Kristus karena dosa-dosa yang telah kita perbuat. Karena dosa umat-Nya Dia menderita dan didera. Itulah sebabnya tidak seorang pun boleh meremehkan dosa. Dosa tidak bisa dibersihkan dengan menghapusnya menggunakan perbuatan baik. Dosa tidak bisa dibereskan dengan berharap Allah tidak akan mengingatnya. Dosa tidak bisa didiamkan lalu dia akan memudar dan hilang sendiri. Dosa membuat Yesus harus menjadi domba yang dipisahkan dan dikhususkan untuk dibantai. Sang Anak Allah menjadi tersendiri menjelang kematian-Nya. Dia dikhianati sahabat-Nya, ditinggalkan oleh teman-teman-Nya yang dianggap-Nya sebagai saudara-Nya sendiri (Yoh. 15:13-14), dan difitnah, dihukum, diserang, ditaklukkan, dipermalukan, dan dibunuh oleh musuh-musuh-Nya. Dia harus mengalami kesendirian sampai akhirnya maut menjemput-Nya dengan cara yang sangat mempermalukan Dia. Salib adalah lambang penaklukkan, kebodohan, kekalahan total, dan tontonan yang sangat mempermalukan siapa pun yang dipaku di atasnya. Tetapi Yesus harus melalui semua itu karena dosa manusia. Jika manusia ingin kembali kepada Allah, maka akibat dosa yang sudah sangat merusak itu harus ditanggung oleh Dia. Maka setelah tiga kali memohon kepada Allah dan dengan rela menyatakan siap menjalankan kehendak Allah, Kristus menemui murid-murid-Nya untuk terakhir kalinya sebelum Dia disalibkan. Dia menemukan mereka sedang tertidur kembali. Ayat 45 bukanlah perintah agar murid tidur kembali. Yesus mengatakan kalimat ini sebagai suatu bentuk ironi karena para murid yang seharusnya bangun dan berdoa bersama Dia malah tertidur. Itulah sebabnya ayat 45 (“Tidurlah…”) dan 46 (“Bangunlah…”) tidak berlawanan. Yesus tidak menyuruh mereka tidur di saat orang-orang yang akan menangkap Dia telah hampir tiba. Sekarang saatnya para penangkap Yesus tiba dan membawa Dia pergi, maka Yesus membangunkan para murid agar mereka tidak perlu ditangkap bersama-sama dengan Dia. Yesus tetap memikirkan para murid dan kepentingan mereka. Seperti Dia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya dengan kasih yang kekal, demikian juga Dia senantiasa mengasihi kita. Kasih-Nya yang dengan rela menanggung semua derita yang dialami-Nya ini adalah kasih yang berikan-Nya bagi kita sekalian. Saudara dan saya dikasihi-Nya sehingga Dia rela menderita. Saudara dan saya dikasihi-Nya hari ini. Saudara dan saya dikasihi-Nya esok hari sampai kesudahan zaman, bahkan sampai selama-lamanya. (JP)