Penangkapan Yesus

Devotion from Matius 26:47-56

Sekarang rombongan penangkap Yesus telah tiba. Lihatlah, rombongan ini diarahkan oleh Yudas Iskariot, yaitu murid yang telah memakan roti yang diberikan oleh Yesus Kristus (Mzm. 41:10). Inilah si pengkhianat yang berani menunjukkan dirinya karena didukung oleh tentara-tentara pengawal Bait Suci dan serombongan besar orang yang bersenjata. Serombongan orang dengan pedang dan pentung harus dikerahkan pada waktu dini hari karena ketakutan yang sangat besar dari para imam kepala. Mereka takut kalau rakyat banyak masih menyertai Yesus. Mereka mengerahkan rombongan orang banyak itu seperti mau menangkap perampok berbahaya. Maka Yudas memimpin mereka ke Taman Getsemani karena dia tahu di tempat inilah Yesus dan murid-murid-Nya biasa menyendiri. Dia tahu informasi yang cukup tentang Yesus sehingga dia menjadi alat bagi para imam kepala untuk menangkap Yesus. Dia pun telah memberikan tanda yang sangat penuh kasih bagi rombongan yang akan menangkap Yesus, yaitu ciuman. Ciuman yang menandakan keakraban dan kasih persaudaraan itu diberikan sebagai tanda bahwa itulah orang yang harus ditangkap mereka. Betapa kejam dan penuh kemunafikan tindakan ini! Orang berdosa selalu mempunyai jiwa kejam tetapi penuh kepalsuan. Memiliki senyum palsu dan keramahan yang dibuat-buat, tetapi jiwanya penuh dengan niat mau menghisap keuntungan dari orang yang diberi senyum. Ciuman Yudas adalah ciuman pengkhianatan yang sangat rendah. Yesus mengatakan bahwa orang yang murni hatinya akan berbahagia karena akan melihat wajah Allah (Mat. 5:8). Kemurnian hati adalah lawan kata dari kemunafikan. Orang munafik penuh kepalsuan, tetapi orang yang murni hatinya mengasihi dengan tulus dan rela. Orang munafik penuh dengan perasaan mau mencari keuntungan bagi diri sendiri, tetapi orang yang murni hatinya melakukan apa yang perlu untuk orang lain menjadi lebih benar dan lebih baik.

Tindakan Yudas menggambarkan kebobrokan dunia ini dengan segala kepalsuannya. Kita bisa melihat kepalsuan ciuman Yudas ini di mana-mana. Dari orang-orang yang berusaha menjual barang-barang yang tidak berguna dengan harga berlebihan, hingga orang-orang yang berusaha menipu orang lain demi dirinya menjadi lebih kaya. Dunia yang penuh kepalsuan ini digambarkan dengan sempurna oleh Yudas. Dia tidak peduli apa yang sudah dikerjakan oleh Gurunya bagi dia. Dia terus merasa kurang diberi dan harus mengambil sendiri apa yang dia rasa pantas dia miliki. Dia mencuri uang yang diberikan dengan kerelaan dan pengorbanan bagi pelayanan Yesus untuk dirinya sendiri (Yoh. 12:6). Dia pun merasa berhak memperoleh 30 keping uang perak meskipun Gurunya itu harus ditangkap dan mati. Selain Yudas, para imam kepala pun menunjukkan betapa bobroknya politik agama yang penuh intrik dan kelicikan. Mereka tidak bisa menangkap Yesus karena dukungan orang banyak, maka mereka menangkapnya diam-diam dengan mengupah seorang pengkhianat. Mereka tidak peduli apakah Yesus orang benar atau bukan. Mereka hanya peduli untuk melihat mana potensi dan mana ancaman. Yesus adalah ancaman dan Yudas adalah potensi. Maka mereka memberikan 30 keping perak kepada Yudas dengan harapan memberikan salib dan kematian kepada Yesus. Siapa yang benar dan siapa yang salah tidak lagi penting! Yang penting adalah kepentingan partaiku, kelompokku, dan kekuasaanku. Inilah dosa! Inilah kebobrokan dunia yang sedang dilawan oleh kebenaran yang diberitakan oleh para nabi, oleh Yohanes Pembaptis, oleh Yesus dengan khotbah, mujizat, dan kematian-Nya. Kebenaran yang melawan kebobrokan ini jugalah yang diberitakan oleh para rasul dan para pemberita Injil, yaitu seruan pertobatan. Bertobatlah dari segala kebobrokan ini, sebab Allah telah memanggil kita kembali kepada-Nya melalui Kristus dan pengorbanan salib-Nya!

Setelah mendapat ciuman palsu dari Yudas, Yesus menegur dia dengan mengatakan pertanyaan retorik: “untuk itukah engkau datang, hai kawan-Ku?” Setelah itu Matius mencatat tindakan Petrus yang mengambil pedang lalu menyerang salah satu pengawal yang akan menangkap Yesus, yaitu Malkhus (Yoh. 18:10). Tentu Petrus berniat untuk membunuh penyerang Yesus, tetapi di tengah-tengah kegentarannya dia hanya bisa melakukan serangan membabi buta yang memutuskan telinga lawannya. Andaikata Yesus tidak mencegah, tentu terjadi kerusuhan yang akan membuat para murid menjadi korban. Berapakah jumlah murid? Hanya tiga. Berapa yang sedang menunggu Yesus di bagian lain dari taman? Mungkin hanya delapan orang. Apa yang bisa mereka lakukan melawan rombongan orang banyak ini? Maka Yesus segera berseru untuk mencegah keributan yang lebih besar dengan cara menyuruh Petrus menyarungkan pedangnya. Yesus tidak datang dengan pameran kuasa dan kekuatan-Nya. Jika Dia mau menunjukkan kuasa dan kekuatan-Nya, tentulah Dia tidak akan memanggil Petrus. Jika Dia mau melawan, tentulah Dia tidak akan meminta 11 orang sederhana yang tidak tahu berperang untuk membela Dia. Jika Dia mau melawan, Dia akan memanggil lebih dari 12 legiun malaikat untuk berperang bagi Dia. Di dalam formasi perang Romawi, satu legiun adalah 6.000 hingga 12.000 tentara. 6.000 jika daerah yang dikuasai oleh Romawi itu relatif tenang dan minim pergolakan. Namun di Palestina, daerah penuh pergolakan dan berbahaya, Romawi menempatkan satu legion dengan 12.000-16.000 tentara. Yesus mengatakan 12 legion siap berperang bagi Dia. 12 kali 12.000 malaikat siap untuk berperang atas perintah-Nya! Jika satu orang malaikat saja sanggup membunuh 185.000 tentara bersenjata lengkap (2Raj. 19:35), berapa banyak tentara yang akan dibunuh oleh 12 kali 12.000 orang malaikat?

Yesus tidak melawan bukan karena Dia lemah. Yesus tidak melawan karena Dia adalah Sang Anak Domba, yang sedang meninggalkan semua kemuliaan dan kuasa surgawi untuk menjadi Anak Domba kelu yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dia melakukan ini untuk menebus dosa manusia. Sang Anak Domba, sekarang berdiri di depan para penangkap-Nya. Dia seolah tidak memiliki kekuatan untuk lari. Dia berdiri diam, tetapi bukan tanpa kuasa. Salah satu alasan orang banyak itu tidak berani langsung menyerang dan menangkap Dia adalah karena wibawa surgawi-Nya yang begitu besar (Yoh. 18:6). Dia tidak melawan bukan karena Dia tidak memiliki tentara. Tentara-Nya bukanlah 11 orang murid yang mengikuti Dia. Juga bukan serombongan besar orang sakit yang minta disembuhkan. Bukan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh yang mengikuti Dia, dan bukan juga orang yang baru sembuh dari kerasukan setan. Semua itu adalah orang-orang kecil yang mengikut Yesus demi memohon belas kasihan-Nya, bukan demi menjadi kekuatan militer-Nya. Yesus bukan Daud. Daud menjadi pemimpin atas 600 orang yang sangat kuat berperang (1Sam. 23:5). Tetapi Yesus memimpin 4.000 orang laki-laki yang tidak memiliki tenaga sehingga mereka akan pingsan di tengah jalan jika tidak diberi makan oleh-Nya (Mat. 15:32). Tetapi benarkah Dia tidak punya pasukan? Pasukan Yesus adalah kumpulan besar malaikat di surga (Ibr. 1:6). Berlaksa-laksa demi berlaksa-laksa malaikat sebanyak bintang di langit siap berperang atas perintah-Nya (Neh. 9:6, Yoh. 18:36). Tetapi Yesus datang untuk menggenapi Kitab Suci yang mengatakan bahwa Dia harus menderita dan mati (Yes. 53:7-10). Maka Yesus tidak melawan ketika Dia diperlakukan seperti penjahat. Dia tetap memberikan peringatan kepada tindakan yang melawan kebenaran ini (ay. 55), tetapi Dia tidak melawan. Dia membiarkan diri-Nya dibawa oleh manusia-manusia fana yang hanyalah debu saja. Dia membiarkan semua yang tertulis atas diri-Nya digenapi oleh penderitaan dan kematian-Nya. Dia diam ketika diperlakukan seperti penjahat keji. (JP)

× Silahkan Hubungi Kami