Yesus Diadili

Devotion from Matius 26:57-68

Yesus dibawa kepada Imam Besar, yaitu Kayafas. Kayafas memimpin pengadilan yang sangat penuh paradoks. Dia menjadi hakim untuk mengadili Hakim seluruh bumi! Yesus harus diadili karena Dia harus dijatuhi hukuman mati. Mengapa? Karena Dia mati untuk menanggung dosa manusia. Dia harus dinyatakan bersalah oleh lembaga yang Tuhan berikan otoritas untuk memberikan keputusan hukum. Yesus yang tidak bersalah harus mati seperti seorang penjahat mati. Dia tidak boleh mati secara natural. Dia harus terhitung di antara penjahat (Yes. 53:12). Dia harus mati dengan cara yang menunjukkan bahwa Dia adalah pemberontak yang tengah memikul hukuman kutuk karena pemberontakan. Tetapi pemberontakan yang Dia pikul bukanlah pemberontakan-Nya sendiri. Dia sedang memikul pemberontakan kita. Ganjaran pemberontak ditimpakan kepada-Nya supaya kebenaran-Nya dapat diberikan kepada pemberontak seperti kita. Yesus diadili, tetapi Dia tengah mewakili kita semua. Yesus dihakimi, tetapi kitalah yang sebenarnya sedang dihakimi. Maka Yesus harus diadili di dalam pengadilan yang ditetapkan oleh Allah, yaitu pengadilan agama yang dipimpin oleh Imam Besar.

Untuk dapat menghukum mati Yesus, para imam kepala telah melakukan dua hal. Mereka menghasut rakyat untuk melawan Dia, dan mereka mendatangkan saksi-saksi palsu untuk menentang Yesus. Betapa besarnya perlawanan yang Yesus terima. Pemimpin agama yang seharusnya melayani Dia sekarang menghakimi Dia. Kebenaran yang seharusnya diperjuangkan para imam kepala sekarang diselewengkan demi menghantam Yesus, Sang Kebenaran. Rakyat banyak yang sebelumnya berseru: “Hosana! Hosana!” (Mat. 21:9-11) sebentar lagi akan berseru: “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” (Mat. 27:22-23). Murid-murid yang telah bersama-sama dengan Dia semua melarikan diri, dan hanya berani melihat dari jauh perkara yang terjadi (Mat. 26:58). Tidak ada satu pun yang bersikap sebagaimana seharusnya kepada Yesus. Seolah mereka sedang menghadapi seorang penjahat, dan bukan Sang Mesias.

Segala dusta dan fitnah mereka kemukakan untuk membuat Yesus dihukum mati. Mereka rela berbohong, bersaksi dusta, demi bisa membunuh orang! Alangkah mengerikan kebencian yang mereka nyatakan kepada Yesus. Apakah tidak ada lagi suara hati nurani yang tersisa di dalam hati mereka? Para pemimpin ini sudah dibutakan dengan kebencian dari orang yang bisa merebut kekuasaan dan pengaruh mereka kepada rakyat. Bagi Yesus, pengadilan ini adalah cara Dia menggenapkan rencana Bapa untuk mati bagi orang berdosa. Bagi imam-imam kepala, pengadilan ini adalah cara mereka menggenapkan rencana mereka mematikan orang yang merebut pengaruh mereka atas rakyat banyak! Bagi Yesus inilah saat Dia bisa menyatakan kasih dan pengampunan Bapa kepada umat pilihan-Nya dengan cara mengorbankan diri-Nya. Bagi imam-imam kepala, inilah saat mereka mengamankan posisi kekuasaan agama mereka dengan mengorbankan saingan terbesar mereka. Inilah perbedaan orang murni yang penuh kasih Allah dengan orang dunia yang penuh dengan ambisi diri. Yang satu memikirkan bagaimana menyenangkan Tuhan, yang lain memikirkan bagaimana keuntungan diri.

Bagaimana dengan kita? Yang manakah yang paling membebani pikiran kita? Bagaimana kita menyenangkan Tuhan? Atau bagaimana kita untung? Kalau kita mengabaikan pertanyaan “bagaimana kita menyenangkan hati Tuhan”, maka kita akan terus terjerumus ke dalam hidup yang penuh keserakahan dan akhirnya menjadi makin buas di dalam mencapai ambisi diri. Kebuasan ini akhirnya membutakan kita terhadap mana yang pantas mana yang tidak. Tidak masalah jalan apa yang ditempuh, asal tujuan memperkokoh diri dan menggenapi ambisi pribadi bisa tercapai. Kiranya Tuhan menolong kita supaya hati nurani kita tidak mati seperti para pemimpin agama ini. Kiranya Tuhan memelihara kita supaya perasaan bersalah, perasaan peka terhadap mana yang benar dan mana yang salah boleh terus terpelihara di dalam kehidupan kita. Kiranya Tuhan mengasihani kita sehingga kita tidak berubah menjadi setan jahat yang rela berbohong demi membunuh orang benar hanya untuk mempertahankan posisi pribadi.

Dunia ini penuh dengan kejahatan seperti itu. Kejahatan yang menunjukkan kebenciannya kepada Allah dan kebenaran-Nya. Karena begitu bencinya kepada Allah, maka manusia dunia ini mau menghancurkan apa pun yang menyatakan kemuliaan Allah. Moral yang baik, hidup kudus, keindahan, keteraturan, kasih, mengutamakan orang lain, semua ini dihancurkan dan digantikan dengan kebobrokan moral, hidup cemar, kekacauan, pemberontakan, kebencian, dan ambisi pribadi. Itulah sebabnya ketika pernyataan kemuliaan Allah yang sempurna dari Anak Allah sangat mereka benci. Ketika mereka bertanya tentang siapa Dia (ay. 63), maka Kristus menjawab dengan jawaban yang benar bahwa Dia adalah Sang Mesias yang akan bertakhta dan menghakimi seluruh dunia. Inilah jawaban yang memuncakkan emosi mereka. Yesus sedang menghina pengharapan mereka tentang Sang Mesias! Bagi mereka, Yesus sedang menghujat Allah karena mereka tidak percaya bahwa Dia adalah Sang Mesias. Mereka menolak untuk mempertimbangkan bahwa apa yang Yesus katakan itu benar. Tidak perlu ada pengadilan. Keputusan bahwa Yesus adalah Mesias palsu telah dijatuhkan, dan karena itu ketika Yesus mengaku diri-Nya adalah Mesias, mereka langsung menganggap ini adalah penghujatan kepada Allah. Mereka melihat hidup Yesus yang suci, benar, adil, penuh kuasa, penuh ketulusan, penuh tanda-tanda ajaib, dan khotbah Yesus yang penuh kuasa dan otoritas sebagai hal yang makin membuat mereka marah. Mereka tidak melihat pernyataan kemuliaan Allah yang agung di dalam hidup Yesus. Mereka melihat hal yang membuat mereka makin membenci Yesus. Ini hanya membuktikan bahwa mereka sebenarnya adalah pembenci-pembenci Allah. Makin seseorang hidup dengan sifat-sifat yang mirip dengan sifat-sifat Allah, makin mereka membencinya.

Maka mereka sepakat untuk membunuh Yesus. Ketika keputusan telah dijatuhkan bahwa Dia harus mati, maka mereka mulai mempermainkan Dia. Ada yang meninju Dia, memukul Dia, meludahi wajah-Nya, dan mengejek Dia. Semua tindakan yang sangat menghina Allah ini dialami Yesus dengan sabar. Dia tetap diam. Dia tidak membela diri, dan juga tidak menunjukkan ketakutan. Dia tetap diam dan membiarkan semua itu terjadi pada diri-Nya. Menghadapi kejahatan, ketidakadilan, kekejaman, dan keberdosaan sedemikian besar, mengapa Dia tidak bereaksi? Karena semua ini harus terjadi untuk memamerkan kepada seluruh makhluk, bahwa penebusan dosa adalah hal yang sangat berat dan sangat membawa penderitaan bagi Sang Penebus dosa. Sadarkah kita bahwa Saudara dan saya adalah alasan Yesus tetap diam? Ketika wajah-Nya dipenuhi dengan ludah orang-orang yang menghina Dia, dan kepala-Nya menanggung hantaman tinju orang-orang di sekitar Dia, sadarkah kita betapa berat akibat dari dosa Saudara dan saya? Jangan menganggap enteng dosa! Maukah kita berada di dalam posisi Yesus? Akankah kita sabar menanggung ludah, pukulan, hinaan, dan akhirnya salib dan kematian? Tidak. Tetapi tahukah kita bahwa Yesus mengalami semua ini karena Saudara dan saya? Pengadilan memutuskan Dia harus dijatuhi hukuman mati karena Saudara dan saya telah berdosa dan layak dihukum mati! (JP)

× Silahkan Hubungi Kami