Yesus, Pilatus, dan Barabas
Devotion from Matius 27:11-26
Karena para imam kepala dan tua-tua Israel tidak memiliki kuasa politik, maka setiap keputusan hukuman mati harus datang dari otoritas Romawi. Itulah sebabnya mereka menyerahkan Yesus kepada Pilatus untuk dihukum mati. Bagaimana cara mereka mendesak Pilatus untuk menghukum mati Yesus? Dengan desakan masa yang besar. Mereka telah menyebarkan fitnah di tengah-tengah rakyat sehingga seluruh rakyat memaksa Pilatus dengan kuasa massa yang besar dan teriakan mereka yang keras. Betapa liciknya kecerdasan para penjahat ini. Mereka begitu pintar memainkan kuasa politik sehingga mereka pikir mereka dapat mempermainkan Tuhan juga. Mereka telah mengunci Pilatus dengan ancaman massa dan huru-hara besar jika mereka tidak didengarkan.
Maka Pilatus pun mulai bertanya kepada Yesus. Tetapi meskipun Pilatus berotoritas penuh untuk menghukum atau membebaskan Yesus, Yesus tidak menjawab sama sekali. Dia menolak untuk membela diri-Nya di depan orang yang paling mungkin membebaskan Dia. Pilatus tahu bahwa Yesus tidak seharusnya dihukum mati. Para pemimpin agama Yahudi menyerahkan Dia karena mereka iri hati, dan ini telah diketahui oleh Pilatus (ay. 18). Di dalam Yohanes 19:10-12 mengatakan bahwa Pilatus begitu gentar dengan Yesus. Dia berusaha membebaskan Yesus bukan hanya karena dia tahu Yesus tidak bersalah, tetapi juga karena dia takut terhadap klaim Yesus bahwa Dia bukan berasal dari dunia ini, dan bahwa Dia adalah Anak Allah (Yoh. 19:7-8). Mengapakah orang-orang kafir begitu gentar dan takut kepada Yesus sebagai Anak Allah, tetapi Israel, umat Tuhan, begitu berani memaki-maki Dia dan berteriak agar Dia disalibkan? Karena takut dan karena tahu Yesus tidak bersalah, maka Pilatus berusaha membebaskan Yesus.
Pilatus menawarkan untuk membebaskan Yesus di depan orang banyak sebagai suatu pemberian kepada Israel. Romawi telah memberikan perlakuan istimewa kepada Israel, yaitu setiap kali menjelang perayaan agama Yahudi, pemerintah Romawi akan membebaskan satu orang Yahudi yang menjadi tahanan Romawi. Pilatus ingin menyelesaikan kasus ini dengan rencana membebaskan Yesus. Dengan cara ini Pilatus dapat mencari tahu apakah Yesus masih diterima oleh orang banyak atau tidak. Jika orang banyak itu terpecah jumlahnya, dan pendukung Yesus ternyata masih banyak, maka Pilatus akan membebaskan Yesus. Tetapi jika seluruh rakyat mau mematikan Yesus, Pilatus tidak akan berani membebaskan Yesus karena khawatir akan terjadi pemberontakan besar. Pilatus takut kepada Yesus, tetapi dia lebih takut lagi kepada orang banyak. Maka dia bertanya, akankah rakyat menerima pembebasan dan pengampunan bagi Yesus Kristus? Rakyat semua menolak. Mereka memilih Roma membebaskan Yesus Barabas, seorang pembunuh yang memiliki nama yang sama dengan Kristus. Yesus Barabas (Barabas: anak dari sang bapa) adalah seorang pemberontak dan penjahat keji. Rakyat lebih memilih pembunuh keji daripada Yesus, Sang Penyembuh! Pembunuh lebih mereka sukai daripada Pemberi Hidup! Betapa butanya rakyat banyak itu karena berita bohong yang disebarkan para imam. Betapa rusaknya para imam, yang dengan bakat yang sangat hebat dan ketekunan yang sangat besar memengaruhi opini rakyat banyak dan mengubah mereka menjadi ganas dan penuh niat membunuh!
Pilatus menjadi begitu terdesak. Dia berusaha sangat giat untuk membebaskan Yesus yang benar, sedangkan seluruh orang Yahudi berteriak dengan sangat keras untuk membunuh Yesus. Ketika seruan dan desakan rakyat banyak sudah semakin memanas dan mulai di luar kendali, maka Pilatus terpaksa menjatuhi hukuman mati kepada Yesus. Tetapi, sebelum dia menyerahkan Yesus untuk dibunuh dengan salib, dia menyatakan dirinya tidak bersalah dengan mencuci tangannya di depan orang banyak. Dia mau mendeklarasikan bahwa Yesus benar, dan ketidakadilan serta kematian Orang Benar ini tidak ditanggungkan kepada dirinya. Seluruh orang banyak menyatakan kalimat yang sangat berdosa. Mereka mengatakan bahwa kutuk atas darah Yesus akan mereka dan anak-anak mereka tanggung! Apakah semua orang sudah begitu liar dan buta? Bagaimana mungkin mereka berani menanggung kutuk Allah atas darah Yesus? Tidakkah mereka lupa bahwa merekalah yang sebelumnya menyambut Dia dengan mengatakan “Hosana! Hosana!”? Luapan marah dan kebencian rakyat itu sangat mengerikan. Mereka menutup mata dan telinga mereka dan terus berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Mereka tidak mau mendengar pembelaan, bukti-bukti yang mungkin menyatakan kesalahan mereka, atau apa pun juga. Mereka hanya mau satu hal: Yesus tergantung di kayu salib sampai mati!
Manusia begitu jahat. Lidah penuh dengan tipuan munafik, mulut penuh dengan ucapan-ucapan kejam dan sumpah serapah, kaki cepat menumpahkan darah, dan sama sekali tidak ada perasaan takut atau gentar sedikit pun kepada Allah (Rm. 3:13-18). Inilah bukti yang paling jelas. Umat Tuhan, orang Israel, di kota Yerusalem, berkata kepada raja bangsa kafir agar menyalibkan Raja Israel, yaitu Anak Daud! Kalimat mereka meluapkan niat hati mereka yang penuh kekejaman. Sadarkah kita apa yang Yesus sedang alami pada saat itu? Bagaimana mungkin kita tidak gentar melihat kebencian sedemikian besar diberikan kepada Yesus. Kebencian seperti ini belum pernah mereka luapkan kepada Barabas si pembunuh. Kebencian sebesar ini belum pernah mereka nyatakan melawan Pilatus atau pemerintahan Romawi. Kebencian sebesar ini belum pernah mereka nyatakan dengan bulat hati. Hanya kepada Yesus mereka menyatakan kebencian yang sangat ini. Sadarkah kita siapa yang Allah sedang ampuni? Kepada siapa Allah selama ini bersabar? Kepada bangsa yang tegar tengkuk dan penuh dosa, kecemaran, dan kebencian. Betapa besar kesabaran Allah kepada umat-Nya.
Maka Yesus diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman mati. Pengadilan yang tidak adil mengadili Sang Hakim atas seluruh bumi. Pemimpin yang korup menjatuhi hukuman mati kepada Sang Gembala Agung. Rakyat banyak menyerukan kematian dari Sang Raja segala raja. Inilah gambaran dari situasi dunia ini. Gambaran yang mewarnai keadaan di seputar penyaliban dan kematian Kristus. Siapakah kita? Seorang pemimpin? Hati-hati terhadap gila kuasa yang dimiliki para imam kepala. Siapakah kita? Seorang pengambil keputusan? Hati-hati terhadap perasaan takut kepada orang banyak seperti Pilatus. Siapakah kita? Hakim, jaksa, pengacara, ahli hukum? Hati-hati terhadap manipulasi peraturan demi kepentingan penguasa. Siapakah kita? Hanya rakyat biasa? Hati-hati terhadap kebencian yang diprovokasi dengan mudah seperti kemarahan rakyat di Yerusalem. Semua inilah yang membawa Yesus pada kematian-Nya. Suatu pameran akan keadaan yang sepertinya tidak ada harapan lagi.
Dari manakah perbaikan itu dimulai? Bagaimana mungkin dunia yang rusak seperti ini dapat diperbaiki? Pengadilan memutuskan perkara berdasarkan kepentingan, bukan berdasarkan kebenaran. Para pejabat memanipulasi pengadilan dan agama demi kepentingan kekuasaan. Para pemimpin hanya mau menjilat rakyat dan tidak melaksanakan kebenaran dan keadilan. Para agamawan begitu korup, jahat, dan penuh intrik. Rakyat banyak begitu ganas dan beringas, serta melakukan begitu banyak hal-hal mengerikan ketika telah diprovokasi. Lihatlah gambaran ini. Betapa miripnya dengan keadaan sekarang. Massa begitu beringas berteriak-teriak, menyuarakan kebencian yang meluap-luap, melakukan penjarahan dan tindakan seenaknya. Pemimpin penuh kepalsuan dan intrik kepentingan politik. Pemimpin agama gila kekuasaan dan gila uang. Bagaimana memperbaiki ini semua? Allah memperbaiki ini semua dengan menebus dunia ini melalui kematian Anak-Nya. Anak-Nya yang mati dan bangkit itulah satu-satunya pengharapan bagi dunia kita. (JP)