Saulus, Rasul Terakhir
Devotion from Kisah Rasul 8:1-3
Tuhan kita bekerja dengan cara yang selalu melampaui pikiran kita. Sungguh besar Allah kita dan terpujilah rancangan-rancangan-Nya. Setelah kematian Stefanus, akankah Kerajaan Allah kekurangan pemimpin masa depan untuk memimpin murid-murid Kristus? Akankah Kerajaan Allah terganggu penyebarannya karena seorang yang sangat berbakat, sangat giat, dan sangat berani telah mati? Tidak. Stefanus boleh mati, tetapi pekerjaan Tuhan tidak akan mungkin terganggu. Tuhan membangkitkan orang lain lagi untuk melanjutkan pekerjaan-Nya. Pekerjaan Tuhan tidak akan dihambat oleh kematian hamba-hamba-Nya yang setia. Bahkan sejarah membuktikan bahwa kematian hamba-hamba Allah yang setia hanya akan memicu bangkitnya lebih banyak orang yang siap bergiat lebih lagi bagi Allah dan bagi Kristus. Waktu untuk meratap memang ada, tetapi setelah itu murid-murid Kristus harus melanjutkan pekerjaan Tuhan dan melepaskan Stefanus yang sekarang telah mendapatkan mahkotanya dari Kristus. Dan pekerjaan selanjutnya ternyata semakin berat karena penganiayaan semakin menjadi-jadi. Setelah kematian Stefanus terjadi gerakan massa yang besar untuk menganiaya murid-murid Yesus di Yerusalem. Ini memaksa mereka untuk pindah dari Yerusalem. Tetapi ternyata penganiayaan ini justru membuat Injil makin tersebar. Setiap murid Yesus yang pindah keluar dari Yerusalem juga membawa keluar berita Injil itu ke berbagai daerah tempat mereka pindah (ay. 4).
Penganiayaan jemaat yang semakin berat ini dilakukan oleh orang-orang Yahudi dengan intensitas sangat tinggi. Setiap orang percaya diseret dari rumah mereka dan dimasukkan ke penjara. Ayat 3 memperkenalkan seorang tokoh pemimpin gerakan penganiayaan ini. Seorang muda bernama Saulus. Dia termasuk orang yang hadir dan menjaga jubah para saksi palsu ketika Stefanus dilempar batu. Dia ternyata adalah murid Gamaliel yang jauh lebih jahat dari gurunya itu. Gamaliel menasihati para pemimpin agama untuk tidak sembarangan bertindak, tetapi Saulus, muridnya, bertindak sangat giat, bahkan paling giat untuk memusnahkan kekristenan. Di dalam bacaan hari ini hanya diberikan beberapa info tentang Saulus, yaitu bahwa dia setuju pembantaian Stefanus, meskipun dia tidak termasuk orang yang melempar Stefanus, dan bahwa dia memiliki semangat yang berapi-api untuk melawan murid-murid Yesus.
Tetapi ternyata Saulus bukan seorang muda yang sembarangan. Dia adalah seorang yang sangat terdidik. Dia memahami budaya Yahudi dan Yunani dengan baik. Dia adalah seorang yang dibesarkan di perantauan, yaitu di Tarsus (Kis. 21:39). Tarsus merupakan ibukota provinsi Kilikia, sebuah kota yang sangat terpandang karena sangat subur dengan pandangan intelektual dan filosofis pada waktu itu. Kota intelektual ini tentu memberikan pengaruh intelektual kepada Saulus. Dan jangan heran kalau orang-orang Yahudi di perantauan lebih sanggup mempertahankan identitas Yahudi mereka dengan ketat, lebih dari orang-orang Yahudi yang ada di Kaisarea, Galilea, dan sekitarnya. Orang-orang Yahudi yang sangat ekstrem, selain ada di Yerusalem dan Yudea, justru banyak terdapat di daerah-daerah diaspora, di perantauan. Dengan demikian kita dapat memahami bagaimana Saulus secara paradoks dapat memiliki pengetahuan budaya Helenis yang limpah, sekaligus mempunyai identitas Yahudi yang fanatik. Selain itu dia juga murid seorang terpandang, yaitu Gamaliel, di Yerusalem (Kis. 22:3). Saulus adalah seorang dengan berbagai kemampuan dan keahlian. Dia adalah orang intelektual yang fanatik dan sangat menguasai Kitab Suci. Kombinasi ini jarang kita temui pada orang Kristen zaman ini. Orang intelektual cenderung mau mempunyai hati yang luas dan, sayangnya, dengan cara mengompromikan kegigihan untuk memberitakan Injil Tuhan. Demikian juga orang Kristen zaman ini yang giat memberitakan Injil dan gigih mempertahankan iman yang sejati sering kali mempunyai pikiran yang sempit karena kurang terdidik untuk hal-hal yang mendalam. Pikiran dangkal tetapi giat, atau pikiran mendalam tetapi lesu. Manakah yang kita pilih? Saulus adalah seorang yang memiliki keduanya. Dia dengan giat membela iman Yahudi seperti yang dia ketahui, dan dia menganggap murid-murid Yesus adalah penghancur iman Yahudi yang harus dihancurkan sebelum agama Yahudi yang makin dirusak oleh mereka.
Tetapi ternyata ini adalah orang pilihan Tuhan untuk melanjutkan pekerjaan Tuhan. Stefanus mati, tetapi Saulus muncul. Dan keunikan dari suksesi ini di dalam bacaan kita hari ini adalah bahwa Saulus tidak digambarkan sebagai murid Stefanus atau rekan Stefanus, melainkan sebagai seorang yang setuju Stefanus harus mati. Stefanus mati, dan Saulus, musuhnya muncul. Ini sangat ironis. Tetapi ada satu hal yang perlu kita pikirkan lebih dalam. Bukankah di dalam Kisah Rasul 7:60 Stefanus memohon pengampunan bagi orang-orang di sekelilingnya? Saulus termasuk salah satunya. Tuhan mendengarkan doa Stefanus dan mengampuni Saulus! Tentu saja Tuhan sudah memilih Saulus jauh sebelum Stefanus berdoa, tetapi Tuhan mau memakai doa Stefanus untuk menyatakan pengampunan-Nya bagi Saulus. Siapakah penerus pekerjaan Tuhan setelah Stefanus mati? Tuhan sudah siapkan seorang bernama Saulus dari Tarsus. Siapakah dia? Penganiaya jemaat Tuhan… sungguh sulit kita pahami.
Untuk direnungkan:
Mari dengan rendah hati kita mengakui bahwa cara Tuhan paling indah, paling agung, dan paling bijak. Tetapi kita terlalu kecil dan terlalu sempit untuk memahaminya dengan utuh. Maka biarlah kita belajar untuk senantiasa memuji Tuhan jika rancangan-Nya dinyatakan dengan cara yang tidak sanggup kita pahami. Jangan sembarangan kecewa kepada Tuhan. Jangan sembarangan mencurigai Allah kita. Biarlah kita mengakui bahwa kelemahan dan keterbatasan kita membuat kita tidak bisa memahami rencana Tuhan secara utuh. Tetapi selain kita tidak boleh kecewa, kita juga harus terus berdoa untuk memohon kepada Tuhan supaya kita diberi pengertian. Berdoalah supaya kita diizinkan Tuhan untuk melihat rencana Tuhan dengan utuh sehingga seperti perkataan Saulus dari Tarsus, kita dengan perasaan kagum dan sujud mengucapkan kalimat, “Oh alangkah dalamnya kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!” (Rm. 11:33).
Doa:
Tuhan, kami begitu bodoh, apalagi kalau kami berani mencela Engkau karena rancangan-Mu tidak bisa kami pahami. Ampuni kami ya Tuhan. Tetapi selain memohonkan pengampunan-Mu, hari ini juga kami ingin memohon belas kasihan-Mu agar kami dapat memahami rancangan-Mu itu pada suatu hari nanti. Mohon kabulkan doa kami ini ya Tuhan, sebab kami tahu bahwa ketika kami telah memahami keagungan rancangan Tuhan, pastilah mulut kami tidak akan henti-hentinya memuji nama-Mu di dalam kekaguman kami. Dengarkanlah doa kami, ya Tuhan. Di dalam nama Tuhan Yesus. Amin. (JP)