Saulus Di Yerusalem
Devotion from Kisah Rasul 9:26-30
Di dalam Galatia 1:18 dikatakan bahwa Saulus mengunjungi Yerusalem setelah tiga tahun menjadi murid Tuhan Yesus. Berarti dia menghabiskan waktu di Arab dan di Damsyik selama tiga tahun sebelum akhirnya melarikan diri dari Damsyik dan pergi ke Yerusalem. Inilah permulaan perjalanan pelayanan Saulus yang tidak akan berhenti berkeliling sampai pada waktu dia dipenjara dan mati martir di Roma pada zaman Kaisar Nero. Tidak ada seorang pun rasul yang memiliki perjalanan penginjilan dan buah penginjilan sebesar Saulus dari Tarsus ini. Tuhan memakai dia dengan sangat besar di berbagai tempat, walaupun disertai berbagai-bagai kesulitan dan aniaya di mana-mana.
Setibanya Saulus di Yerusalem, ternyata semua murid-murid Kristus takut menerima dia di dalam tempat mereka. Setelah tiga tahun ternyata reputasi Saulus sebagai penganiaya jemaat tetap melekat di dalam pikiran mereka. Orang-orang Kristen di Yerusalem tetap sulit menerima fakta bahwa Saulus telah bertobat dan telah menjadi pelayan Kristus. Betapa besar pengaruh penganiayaan yang dilakukan Saulus dahulu sehingga tiga tahun waktu berjalan tetap tidak mudah dilupakan oleh murid-murid Kristus di Yerusalem. Siapakah orang ini? Apakah mungkin kalau dia berpura-pura untuk mencari tahu tempat tinggal murid-murid Yesus sehingga orang-orang Yahudi bisa memusnahkan mereka?
Tetapi di dalam ayat 27 dikatakan bahwa Barnabaslah yang menerima Saulus lebih dahulu. Barnabas, yang berarti anak penghiburan (Kis. 4:36), menjadi pengantara antara Saulus dan orang-orang Kristen yang lain di Yerusalem. Inilah peran Barnabas di dalam gereja Tuhan. Dia menjadi orang yang menerima seseorang yang sulit bisa masuk ke dalam komunitas umat Tuhan dan mengusahakan kemungkinan dia diterima oleh komunitas tersebut. Dia menyaksikan bahwa Saulus bukan sekadar petobat baru, tetapi dia telah dipanggil menjadi pengabar Injil oleh Tuhan Yesus sendiri. Tuhan Yesus sendiri yang mempertobatkan Saulus. Tentu ini mesti dipertimbangkan baik-baik. Kalau Tuhan Yesus sendiri menerima orang ini, apakah boleh murid-murid Tuhan Yesus menolak dia? Hal lain lagi yang Barnabas nyatakan juga adalah bahwa Saulus telah begitu berani mengabarkan Injil Tuhan Yesus di Damsyik. Dia tidak memedulikan nyawanya sendiri demi berita Injil disebarkan. Jika Saulus ternyata adalah orang yang begitu giat, lebih giat dari murid-murid di Yerusalem di dalam mengabarkan Injil Tuhan, apakah boleh dia ditolak di Yerusalem? Barnabas mengingatkan orang-orang Kristen di Yerusalem untuk melihat Saulus dengan cara Tuhan Yesus melihat dia, yaitu sebagai murid yang dipanggil untuk mengabarkan Injil dan yang telah menjalankan panggilan itu dengan keberanian yang luar biasa. Dengan kalimat-kalimat dari Barnabas inilah akhirnya murid-murid di Yerusalem menerima Saulus ke dalam komunitas mereka.
Tidak lama bagi Saulus untuk mulai memberitakan Injil dengan berani. Setelah diterima dengan baik, Saulus langsung masuk ke sinagoge-sinagoge, yaitu rumah-rumah ibadah orang-orang Yahudi, dan memberitakan Injil di sana. Keberanian Saulus membuat dia mengabarkan Injil dengan jelas, dan berita Injil – yang sebenarnya sangat ofensif bagi orang-orang Yahudi – dikabarkannya tanpa takut-takut. Mengatakan kalimat-kalimat seperti, “Yesuslah Anak Allah” atau “Dialah Mesiasmu, yaitu Yesus yang tersalib” atau “Yesus dari Nazaret, Sang Juruselamat yang telah kamu salibkan” tentulah bukan berita biasa yang tidak berdampak apa-apa. Ini menjadi berita yang sangat provokatif, sangat mengundang kontroversi. Apakah tidak ada cara lain untuk menyampaikan Injil? Tidak adakah berita yang lebih lunak dan lebih bisa diterima di dalam menyampaikan Injil? Tidak. Ini juga yang dikatakan oleh Saulus dari Tarsus ini di dalam 1 Korintus 1:22-24. Berita Injil merupakan kuasa Allah dan hikmat Allah, tetapi bagi dunia ini dianggap sebagai berita yang menjadi batu sandungan dan kebodohan. Bagi orang Yahudi berita Injil menjadi batu sandungan karena menuntut mereka untuk menerima Mesias, Anak Allah yang tersalib. Apakah bisa berita ini diubah sehingga tidak menyinggung mereka? Tidak mungkin. Seluruh Kitab Kisah Rasul sejauh ini mencatat khotbah-khotbah Injil dari Petrus, Stefanus, dan juga Filipus dengan cara yang sangat mungkin membuat orang-orang Yahudi marah besar. Saulus melanjutkan berita Injil ini dengan berani dan dengan terus terang dan tulus. Tetapi ketulusannya itu tetap tidak meredakan marah orang-orang Yahudi yang mendengarnya.
Di dalam ayat 29 dikatakan bahwa dia juga bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi yang memiliki latar belakang budaya Yunani. Hikmat Saulus memberitakan kabar baik yang merupakan kebodohan bagi orang-orang Yunani (1Kor. 1:22) ternyata tidak bisa dilawan oleh orang-orang Yahudi dengan latar belakang Yunani itu. Kekerasan sifat orang-orang Yahudi di Yerusalem masih kalah dengan kekerasan orang-orang Yahudi di perantauan. Jika di dalam Kisah Rasul 6:9-11 orang-orang perantauan yang disebut “Libertini” yang menggerakkan orang banyak menangkap Stefanus, maka di dalam bagian ini orang-orang Yahudi dengan latar belakang Yunani yang dengan marah berusaha menggerakkan orang-orang Yerusalem untuk menangkap dan membunuh Saulus. Hikmat Injil tidak mungkin dapat dikalahkan oleh hikmat dunia ini. Dunia ini tidak bisa mengalahkan, tidak bisa membantah, tidak bisa menemukan cacat di dalam berita Injil, maka satu-satunya cara yang mereka bisa lakukan adalah marah, menolak tanpa alasan, dan dengan kebencian mereka mau memusnahkan orang-orang yang mengabarkan Injil tersebut.
Setelah melihat gerakan orang-orang Yahudi yang dapat mengancam nyawa Saulus, murid-murid Yesus mengatur cara membawa Saulus dengan aman keluar Yerusalem. Dari Yerusalem mereka membawa dia ke Kaisarea dan dari situ menolong dia ke dalam perjalanan menuju Tarsus, tempat kelahirannya. Selama beberapa perikop ke depan nama Saulus tidak banyak disebut sampai pada saat Barnabas mengajaknya kembali di dalam Kisah Rasul 11:25.
Untuk direnungkan:
Kisah pertobatan Saulus di dalam pasal 9 ini segera diikuti dengan narasi pengabaran Injil oleh Saulus yang selalu mengundang kontroversi. Di mana dia berada dia mengabarkan Injil tanpa kompromi dan dengan sangat berani. Pengabaran Injil yang sejati pasti terjadi dengan penyertaan Roh Kudus dan kuasa-Nya yang besar. Tetapi penyertaan ini tidak otomatis menghasilkan penerimaan yang sama. Terkadang Tuhan memanggil 3.000 orang untuk bertobat setelah mendengar berita Injil. Tetapi terkadang Tuhan mengizinkan adanya penentang-penentang Injil yang menyebabkan konflik yang menakutkan. Stefanus mati setelah mengabarkan Injil di pengadilan agama. Saulus berkali-kali akan dibunuh karena mengabarkan Injil. Konflik dan penolakan menyertai perjalanan pengabaran Injil. Maka biarlah kita senantiasa berdoa kepada Allah memohon kekuatan untuk para pemberita Injil, sekaligus memohon belas kasihan Tuhan bagi orang-orang yang akan dijangkau oleh berita Injil supaya Tuhan memberikan kepada mereka hati yang mau takluk ke bawah kuasa dan hikmat Tuhan yang dinyatakan melalui Injil.
Doa:
Ya Tuhan, sertailah para pemberita Injil-Mu. Mereka mengalami begitu banyak bahaya dari orang-orang yang mereka kasihi dan ingin mereka jangkau. Kuatkan supaya mereka tetap mengasihi, tetap berani, dan tetap tekun mengabarkan Injil di tengah-tengah kesulitan apa pun. Kami juga memohon Tuhan berkenan memakai kami untuk memberitakan Injil-Mu. Berikan kami hati yang rindu menyatakan kasih Allah kepada orang banyak, dan berikan kami hikmat di dalam menyampaikan berita Injil ini. Berikan kami kasih yang mengalahkan segala ketakutan sehingga di tengah-tengah kesulitan dan aniaya, kami tetap mengabarkannya. (JP)