Mati bagi Tuhan, Hidup bagi Tuhan #1

Devotion from Roma 14:7-9

Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri.
Milik siapakah hidup kita? Sering kali kita hidup, hari demi hari, dengan tipuan paling mengagumkan yang dipercaya oleh hampir setiap orang di atas bumi ini, yaitu bahwa kita memiliki hidup kita sendiri. Saya akan menyatakan pada saat ini mengapa ini salah. Yang pertama adalah kita tidak pernah berencana untuk hidup. Kita hanya hidup! Kita tidak dimintai pendapat apakah kita mau hidup atau tidak. Kita juga tidak memiliki kesadaran sendiri untuk harus hidup lalu mengusahakan sendiri untuk hidup. Tidak. Kita tidak memiliki semua itu. Kita hidup. Titik. Tidak ada yang minta atau tolak. Tidak ada yang pilih waktunya. Tidak ada yang menentukan tipe yang bagaimana. Pokoknya kita hidup. Karena itu, alangkah terlalu bodohnya jika kita menolak untuk mengakui ada Allah yang berdaulat menentukan hidup kita. Allah, dan bukan kita, yang memberi hidup kepada kita. Allah, dan bukan kita, yang memilih kapan, di mana, dan seperti apa lingkungan tempat kita hidup. Tetapi bukankah aneh ketika kita, walaupun mengakui bahwa Allah yang memberi hidup kepada kita, menolak untuk mengakui bahwa Allah berhak atas hidup kita sepenuhnya. Allah berhak atas segenap hidup kita! Pernahkah pikirkan hal ini? Mungkin tidak. Mengapa tidak? Karena kita senang menipu diri dan mengatakan kepada diri kita: “Hai diri… ini ada hidup. Milikmu sendiri… nikmatilah dengan caramu sendiri…” Tetapi dari manakah hidup itu berasal? Pertanyaan ini tidak dianggap penting. Apa pentingnya sih tahu yang sudah lalu? Tidak ada gunanya. Inilah manusia. Dengan mudah dibodohi dengan pengertian bahwa hidup adalah milik sendiri.

Sebenarnya, dengan perenungan yang sedikit saja lebih dalam dari kemampuan merenung seorang anak kecil, kita akan menemukan bahwa memang kita tidak mungkin menentukan sendiri hidup kita. Bukan saja kita tidak memiliki kuasa dalam membuat kehidupan, tetapi kita juga tidak memiliki kuasa mengenai kapan hidup itu berakhir. Seorang manusia itu begitu kecil. Begitu tidak berdayanya. Alangkah bodohnya bila kita gagal melihat bahwa kita tidak pernah mampu kuasai apa pun dalam hidup kita. Apakah kuasa yang kita miliki untuk mengatur hidup kita? Uang? Tidak. Uang bukan suatu cara yang kita pakai untuk menguasai hidup kita sepenuhnya. Uang justru dapat menjadi sesuatu yang menguasai hidup kita. Bukan kita, melainkan uang yang memiliki hidup kita. Manusia berada dalam bahaya jika uang yang menguasai hidupnya. Kita akan diikat lalu diperbudak di dalam kedukaan yang tidak habis-habisnya karena uang. Seorang yang menjadikan uang sebagai sasaran dalam hidup, lalu mengukur kesuksesan hanya dari uang, lalu menganggap semua orang perlu uangnya, dia adalah seorang yang sedang diperbudak oleh uang. Dunia ini sudah sangat penuh dengan orang-orang seperti ini. Uang mengganti relasi. Hanya mau bergaul dengan seseorang selama itu mendatangkan uang. Uang mengganti tujuan hidup. Membuat seseorang hanya melihat uang sebagai pencapaian utamanya dalam hidup. Tetapi, entah disadari atau tidak, seseorang yang menjadikan uang sebagai faktor paling penting, akan menjalani hidup yang sangat tidak normal. Tidak sehat dan tidak normal. Mengapa tidak? Karena orang-orang seperti ini akan membiarkan dirinya diatur oleh sesuatu yang jauh lebih rendah dari dirinya. Uang tidak dapat menggantikan nilai dari seorang manusia. Dia akan merasa frustrasi bila tidak ada uang dan dia akan merasa begitu penting karena memiliki uang. Padahal nilai yang dimilikinya jauh lebih tinggi daripada uang. Mengapa rendahkan diri sampai serendah itu? Apakah nilai manusia dapat disamakan dengan uang? Tidak! Tetapi orang yang lebih mementingkan uang daripada sesamanya manusia telah menghina Tuhan yang menciptakan manusia itu berdasarkan gambar dan rupa-Nya sendiri. Apakah nilai manusia dapat disamakan dengan uang? Tidak! Tetapi mengapa merendahkan diri dan mendedikasikan diri untuk uang? Hidup kita jauh lebih berharga. Terlalu berharga untuk dihabiskan hanya untuk mengejar uang. Apakah uang penting? Penting. Tetapi penting untuk membuat kita menjalani hidup demi mengejar tujuan yang lain. Alkitab mengatakan bahwa jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan. Maka Tuhan memberikan kita uang supaya dapat terus hidup untuk Dia. Bukan uang tempat kita bergantung, tetapi Tuhan. Bukan berkat, tetapi Sang Pemberi berkat.

Apakah manusia itu? Apakah alasan yang dimilikinya untuk sombong? Kita ini hanya debu saja. Mengapakah kita berani mengacungkan tinju kita yang dari debu untuk melawan Tuhan dan kemudian menggunakan kaki kita yang juga dari debu untuk berdiri sendiri tanpa perlu Tuhan. Tetapi mungkin ada yang akan berkata, saya tidak melawan Tuhan. Saya orang Kristen yang baik. Betulkah baik? Apakah baik itu? Orang-orang Kristen yang baik justru adalah orang-orang Kristen yang sudah memberikan segala sesuatu untuk Tuhan tetapi tetap merasa tidak baik. Orang-orang Kristen yang palsu adalah orang-orang yang tidak mau beri apa-apa untuk Tuhan, tetapi, heran sekali, merasa diri orang Kristen yang baik. Inilah ironi dari kekristenan. Orang Kristen yang baik akan sadar bahwa dia tidak mungkin mampu memegang hidupnya di dalam tangannya. Hidupnya bukanlah untuk dikuasai dan diatur oleh dirinya sendiri. Hidupnya merupakan sesuatu yang dikuasai dan diatur oleh Tuhannya. (JP)

× Silahkan Hubungi Kami