Yesus Membasuh Kaki Murid #3
Devotion from Yohanes 13:1-11
Yesus mengetahui bahwa Dia akan mati dengan cara yang menyakitkan. Bukan secara fisik, tetapi secara perasaan hati. Dia akan dikhianati oleh sahabat-Nya sendiri. Yudas yang akan mengkhianati Dia termasuk orang yang ada di dalam kelompok murid yang Yesus kasihi. Yesus mengasihi Yudas? Ya. Tetapi bukankah Yudas akan binasa? Apakah ini berarti kasih Yesus gagal? Tidak. Karena di dalam Yohanes 10:28 dan Yohanes 17:12 Yesus mengatakan bahwa dari semua yang diberikan kepada Dia, tidak satu pun yang akan binasa kecuali Dia yang memang telah ditentukan untuk binasa. Di sini kita berhadapan dengan paradoks yang tidak gampang untuk dipahami. Ada orang-orang pilihan yang dikasihi Tuhan dan tidak akan binasa. Tetapi juga ada kasih Tuhan yang diberikan kepada semua orang, kasih yang ditawarkan dengan tulus, tetapi akan menjadi sebab penghukuman bagi orang-orang yang menolak-Nya. Sulit untuk memahami hal ini, tetapi hal inilah yang diberitakan oleh Alkitab. Ada orang-orang yang bukan pilihan, tetapi mereka dikasihi dengan tulus oleh Allah. Mereka ditawarkan jalan keselamatan, tetapi mereka menolak. Hanya orang-orang yang diberi anugerah yang akan menerima jalan keselamatan itu. Yang lain akan menolaknya. Mereka menolak karena mereka bukanlah orang-orang pilihan Tuhan yang ditentukan untuk selamat. Jika demikian, apakah ini berarti tawaran keselamatan yang diberikan kepada mereka tidak mungkin serius? Bukankah mereka memang bukan orang-orang pilihan? Tidak. Tawaran yang Tuhan berikan kepada mereka adalah tawaran yang serius. Inilah paradoks itu. Tuhan menetapkan di dalam kekekalan siapa yang akan berespons dan menerima panggilan-Nya. Tetapi ketika Tuhan menyatakan panggilan itu di dalam sejarah, panggilan itu diberikan secara umum kepada semua orang. Dan panggilan ini pun dilakukan dengan tulus. Ini sangat sulit kita mengerti. Tetapi kalau kita mulai menafsirkan dengan curiga dan meragukan ketulusan Tuhan, kita akan mengenal Dia sebagai Allah yang absolut, tetapi tidak memiliki dinamika sebagai Pribadi/Person yang berelasi dengan kita. Jika kita mengenal Dia sebagai Allah yang absolut, tetapi juga adalah Person/Pribadi yang berelasi secara dinamis dengan ciptaan-Nya, maka kita akan mulai belajar untuk mengerti bahwa Tuhan sungguh-sungguh mengasihi dan mengundang semua orang untuk datang kepada Dia (Kis. 17:26-27). Tuhan sungguh-sungguh memberikan kesempatan kepada Yudas meskipun pada akhirnya kesempatan itu justru menjadi penghakiman yang berat karena ditolak dan dihina.
Tuhan dengan sungguh-sungguh mengasihi murid-murid-Nya. Dia sendiri memilih ke-12 murid yang sekarang berkumpul dengan Dia. Dia mengasihi mereka, dan Dia merendahkan diri untuk melayani mereka, termasuk Yudas. Tuhan sudah tahu Yudas akan menyerahkan diri-Nya, tetapi Dia tetap membungkuk dan membasuh kaki Yudas. Ini adalah simbol pembasuhan yang akan dikerjakan-Nya di kayu salib, tetapi tidak semua orang yang menerima simbol juga menerima apa yang disimbolkan. Tidak semua orang yang dibaptis dengan air sungguh-sungguh menerima baptisan Roh Kudus yang menyatukan dia dengan Kristus. Yudas dibasuh kakinya, tetapi Yudas bukanlah termasuk orang yang percaya kepada Yesus. Dia tetap dengan niat jahatnya menjual Yesus dan mendapatkan keuntungan melalui pengkhianatannya.
Tetapi Yesus Kristus mengetahui rencana Yudas (ay. 11), namun Dia tetap membasuh kaki Yudas. Dia tahu bahwa Yudas adalah pengkhianat yang menerima semua yang juga diterima murid yang lain kecuali ketulusan hati dan iman sejati. Yudas tetap palsu, pura-pura, pengkhianat, dan akhirnya akan binasa. Yesus tetap membasuh kaki Yudas sebagai simbol bahwa Dia akan diserahkan oleh pengkhianat yang sangat karib, dikasihi, dan diperlakukan spesial oleh Dia. Yesus memasukkan Yudas ke dalam kelompok murid utama dengan tulus, dengan kasih, dengan tawaran pengajaran dan berita firman yang lebih limpah daripada yang lain. Yesus tidak mengusir dia. Yesus membiarkan, bahkan memperlakukan dia sama seperti murid utama yang lain. Yesus membiarkan dia berbagian di dalam kelompok ini sampai tiba saatnya dia pergi meninggalkan mereka untuk menjual Yesus. Saat Yudas pergi meninggalkan mereka adalah saat ketika kematian Yesus sudah tiba. Maka pembasuhan kaki Yudas mempunyai makna simbolik, yaitu bahwa Yesus akan segera mati dan orang inilah pengkhianat yang akan melakukan tindakan pengkhianatan yang sangat menyakitkan hati.
Dua hal yang kita bisa pelajari dari peristiwa ini adalah, yang pertama: Yesus dengan tulus mengasihi orang yang berpura-pura. Tidak ada yang lebih dibenci dibanding seorang pengkhianat. Seseorang bisa melakukan banyak dosa yang keji, tetapi tidak ada yang sebanding dengan pengkhianatan. Tetapi yang lebih rendah lagi adalah orang yang berkhianat untuk uang. Dia tidak berkhianat karena ideologi yang berbeda. Yudas bukan orang Farisi garis keras yang berpura-pura menyelundup ke dalam kelompok 12 murid untuk kemudian menangkap Yesus. Dia tidak melakukan pengkhianatannya karena didorong oleh ide ekstrem yang ada di dalam pemahamannya. Dia melakukan pengkhianatan karena uang. Inilah bentuk pengkhianatan yang paling rendah. Dia menganggap hina Yesus dengan melihat Dia sebagai cara mendapatkan uang. Kesetiaan, kasih, pelayanan, pengorbanan, kebaikan, dan ketulusan Yesus selama melayani umat Tuhan tidak berarti apa pun bagi Yudas. Dia sudah dikotorkan dan dikacaukan oleh uang. Uang adalah dewa yang telah membuat dia mempunyai jiwa lebih rendah daripada binatang. Orang-orang yang membiasakan diri untuk cinta uang akan mempunyai jiwa rendah dan tidak layak disebut manusia. Tetapi Yesus menunjukkan kemenangan yang besar sekali karena Dia mampu mengasihi Yudas. Dia menyerahkan Yudas ke dalam penghakiman akhir, dan Dia dengan rela dan tulus membiarkan jalan Allah terjadi, yaitu jalan pengkhianatan Yudas. Dia mampu mengasihi dan menerima Yudas walaupun penolakan Yudas pada akhirnya membuat dia terbuang sampai selamanya.
Hal yang kedua yang dapat kita pelajari adalah sifat Yesus yang melihat kedaulatan Allah sebagai penghiburan. Yudas mengkhianati Dia, tetapi penkhianatan ini adalah jalan yang dipakai Allah untuk menyerahkan Dia kepada kematian-Nya. Inilah yang dilihat oleh Yesus. Apakah Dia bersusah hati? Ya. Tetapi kedaulatan Allah membuat Dia rela menjalani peristiwa pengkhianatan ini. Dia tidak melihat Yudas sebagai penyebab ultimat dari keadaan-Nya yang akan semakin sulit, dia melihat Allah sebagai penyebab ultimat. Allah yang mengasihi Dia, dan Allah yang mengasihi dunia ini. Allah yang akan menyelamatkan umat-Nya, menyatakan kerajaan-Nya, memberikan kuasa penebusan dan kebangkitan kepada-Nya, Allah yang inilah yang dipercaya oleh Yesus. Allah sedang menjalankan rencana-Nya dan Yesus dengan tekun menjalaninya dengan setia.
Jalan salib sudah dekat, dan apa yang ditulis di dalam Mazmur 41:10 menjadi genap. Yesus akan diserahkan dengan jalan pengkhianatan. Inilah yang terjadi apabila Sang Anak Allah datang ke dalam dunia. Dunia akan bereaksi menolak Dia. Bagaimana cara dunia menolak Dia? Dengan fitnah, serangan-serangan yang tidak benar, dengan benturan tradisi agama, dengan kekerasan, ancaman kematian, dan pengkhianatan. Dunia mencerminkan dirinya dengan sangat tepat, dan sebagaimana sudah dicatat di awal Injil ini (Yoh. 1:10-11) menolak Yesus dengan keras. Penolakan, kebencian, hujatan, fitnahan, dan sekarang pengkhianatan harus diterima oleh Sang Anak Allah yang datang dengan tujuan menyelamatkan dunia ini. Betapa berat salib yang harus diterima oleh Yesus. Kedatangan-Nya adalah untuk menyelamatkan dunia ini, tetapi dunia yang ingin Dia selamatkan justru menunjukkan identitas aslinya yang sangat menghancurkan hati. Dunia yang mau Dia selamatkan menolak, menghujat, mengejar untuk membunuh, mengancam, memberikan fitnah, mengkhianati, menangkap, mencambuk, memaku, dan membunuh Dia di atas kayu salib. Adakah ini mengurangi niat Yesus untuk menggenapi pekerjaan menyelamatkan dunia? Tidak. Dia berserah kepada kehendak Bapa-Nya yang berdaulat, dan sambil mengatakan, “jadilah kehendak-Mu” Dia meneruskan pekerjaan-Nya untuk menuju ke kayu salib. (JP)