Hari ini kita sejenak meninggalkan narasi sejarah 2 Samuel dan melihat Kitab doa dan nyanyian, yaitu Mazmur 51. Mazmur yang menggambarkan permohonan pengampunan dari Daud yang sadar akan betapa jahat dan betapa berdosanya dia.
Ayat 3-8 (ayat versi LAI) adalah doa Daud yang mengakui bahwa tidak ada yang baik di dalam dirinya sebagai manusia. Bagaimanakah orang yang kotor dapat datang ke hadapan Allah yang suci? Dia akan memohon belas kasihan Tuhan dengan sangat! Dia tidak berani memandang ke atas. Dia hanya sujud dan menyadari betapa tidak layaknya dia. Daud sujud di hadapan Tuhan karena dia tahu betapa tidak layaknya dia berada di situ. Karena itu kata-kata pertama yang diserukannya adalah, “kasihanilah aku, ya Allah…” Satu-satunya alasan Daud berani menghadap ke hadirat Tuhan adalah karena dia tahu Tuhan mempunyai belas kasihan yang besar. Kita bisa datang ke hadapan Tuhan karena Tuhan berbelas kasihan, bukan karena kita layak. Sayang sekali kalau banyak orang Kristen yang melupakan ini, berani datang kepada Allah dengan sembarangan. Ada yang seenaknya datang terlambat ke dalam ibadah, ada yang kalau doa hanya rutinitas pengulangan tanpa ada hati yang berat dan dipenuhi dengan perasaan tidak layak karena diri yang cemar. Persiapkanlah hati kalau mau datang kepada Tuhan dengan kesadaran bahwa kita sangat tidak layak.
Ayat 4 dan 5 mengatakan bahwa hanya Tuhanlah yang dapat membersihkan kita dari dosa kita. Dosa-dosa kita terus menghantui dan jika bukan Tuhan, kita telah kehilangan kemampuan, harapan, dan kekuatan untuk melawan dosa. Dengan berlinang air mata Daud mengingat kembali betapa kotor dan jahatnya dia. Dia mengingat ketika dia melihat Batsyeba. Dia ingat ketika semua peringatan tidak dihiraukannya. Dia ingat ketika dia hanya ingin menikmati tubuh cantik Batsyeba tanpa adanya keinginan untuk bertanggung jawab. Dia sadar… betapa jahatnya dia! Betapa rusaknya pikiran dan rancangan hatinya! Lalu ketika Batsyeba membawa kabar bahwa dia hamil, Daud ingat betapa paniknya dia waktu itu. Bagaimanakah caranya supaya perbuatanku yang cemar ini tidak diketahui orang? Di saat Yoab dan para tentara dengan berani mengorbankan nyawanya untuk Daud dalam perang dengan orang Amon, Daud mencurahkan segenap pikirannya untuk bisa menyembunyikan kekotoran jiwanya yang penuh hawa nafsu percabulan itu. Adakah ide? Ada! Bukankah permasalahan ini menjadi besar karena suami Batsyeba sedang pergi? Andaikata suaminya sedang ada di rumah dan tidur dengan dia, bukankah kehamilan Batsyeba tidak akan mengundang pertanyaan? Tetapi permasalahan muncul karena ternyata Uria sedang berperang demi aku melawan orang Amon. Kalau begitu aku akan memanggil dia untuk pura-pura bertanya tentang keadaan perang dan memberikan dia libur beberapa hari. Lalu dia akan pulang ke rumahnya dan tidur dengan istrinya, dan semua akan menjadi aman. Tetapi Uria tidak mau pulang ke rumahnya. Tidur di lantai yang dingin bersama dengan pembantu-pembantu Daud dianggap sebagai sesuatu yang terhormat bagi Uria. Mungkin Daud ingat betapa rusaknya pikirannya waktu itu. Dia mulai berpikir bagaimana caranya agar orang ini mati saja. Mati untuk melindungi aibku… mati supaya aku tidak dipermalukan. Sebab nama baikku lebih penting dari pada nyawa pahlawan berani mati yang setia seperti Uria. Seperti tidak bisa dihentikan, kejahatan makin menguasai diri Daud. Dia menyadari betapa dia menjadi sangat mirip Iblis ketika dirinya yang cemar mulai menunjukkan keinginannya. Bagaimanakah orang berhati jahat seperti Iblis bisa dilayakkan untuk datang kepada Tuhan? Siapakah kita? Kita ini adalah orang-orang cabul, jika kita melihat orang lain dengan hawa nafsu yang cemar. Siapakah kita? Kita ini adalah pembunuh-pembunuh, jika kita tidak sanggup mengampuni dengan sungguh-sungguh orang lain yang kita benci. Satu-satunya alasan kita tidak jatuh dalam perzinahan adalah karena kita tidak ada kesempatan. Satu-satunya alasan kita tidak menjadi pembunuh adalah karena kita tidak ada keberanian. Mari sadari hal ini! Ayat 7 mengatakan bahwa kita dilahirkan dengan kecemaran seperti ini. Tidak ada harapan! Bagaimana mungkin kita masih mengandalkan usaha kita sendiri untuk melepaskan diri dari kecemaran yang telah menjadi milik kita sejak kita berada di dalam kandungan? Mari datang kepada Tuhan sambil mengatakan, “Tuhan, seluruh keberadaanku adalah cemar dan jahat… kasihanilah aku, ya Allah…”
Kepada siapakah kita telah bersalah? Kepada Tuhan. Daud mengingat hal ini. Dia berusaha menyembunyikan kejahatannya dari manusia, tetapi dia lupa bahwa Tuhan ada di mana-mana. Tuhan mengawasi langkah kita. Tuhan mengamati pikiran, perkataan, dan perbuatan kita. Ke manakah kita akan lari dari mata penghakiman Allah? Bahkan jika aku meletakkan tempat tidurku di dunia orang mati sekalipun, Engkau ada di situ (Mzm. 139:7-8). Kepada Dialah kita sudah berdosa. Dia telah memberikan kita semua hal-hal yang dapat kita nikmati. Dia memberikan kita keluarga, istri, suami, orang tua, anak, mengapa menghina anugerah-Nya dengan berdosa kepada Dia? Ingatlah bagaimana Dia memelihara engkau dengan makanan yang berlimpah, keuangan yang stabil, pendidikan yang baik, penghidupan yang baik, dan engkau mengambil semuanya itu bagi dirimu sendiri dan tetap berdosa kepada Dia! Dia yang memberikan tubuh yang sehat, kemampuan berkarya yang baik, Dia memberikan kemampuan berpikir yang tidak semua orang miliki. Lihatlah mereka yang sakit, yang miskin, yang teraniaya, yang berasal dari lingkungan yang sangat rusak. Bahkan mereka pun tahu bahwa Tuhan tetap memberkati mereka dengan cara-Nya sendiri. Tetapi kita, betapa lebih limpahnya Tuhan telah memelihara kita! Dan kita tetap berdosa kepada Tuhan! Kita semua hanya bisa mengatakan seperti Daud mengatakannya, “ya Tuhan, terhadap Engkau, yang memahkotai aku dengan segala hal yang mulia, memelihara aku dengan kesetiaan-Mu, dan memberikan kelimpahan yang dapat aku nikmati, terhadap Engkau sajalah aku sudah berkhianat dan berdosa.”
Tetapi jika tidak ada pengharapan akan pengampunan, pasti doa seperti ini menjadi percuma. Maka Daud memohon supaya Tuhan rela mengampuni dia. Dengan tangisan dia memohon supaya Tuhan membersihkan dengan percikan darah pengorbanan. Dengan permohonan yang sangat dalam dia meminta agar dirinya dibersihkan menjadi seputih salju. Ya Tuhan, jika Engkau yang membersihkan dosaku, maka aku akan menjadi putih seperti salju. Mari kita sujud memohon kepada-Nya mengingat semua kejahatan yang telah kita lakukan. Tahukah kita bahwa Tuhan menawarkan pengampunan itu? Tahukah kita bahwa Tuhan mengizinkan kita untuk datang kembali kepada Dia? Tuhan mau mengampuni Daud. Tuhan juga mau mengampuni kita yang datang kepada Dia dengan pengakuan dosa seperti ini. Pengakuan yang jujur dan tulus bahwa kita begitu putus asa dan sadar bahwa kita tidak dapat diselamatkan. Orang yang menganggap dosa hanyalah semacam pengetahuan, tetapi tidak mempunyai hati yang hancur waktu mengingat dosa, dia hanya bermain-main dengan konsep pemikiran, tetapi dia belum tahu kenyataan sejati tentang dosanya. Dia sama dengan orang Farisi yang sulit mengalami hati yang hancur karena jiwa pembenaran diri yang sangat besar menutupi hati nuraninya dan karena itu dia tidak pernah datang kepada iman yang sejati. Siapa yang dengan hati yang hancur datang kepada Tuhan, saya katakan, Tuhan mengampuni kita melalui darah Tuhan Yesus yang tercurah bagi kita. Mungkin dosa kita yang menjijikkan itu telah merusak keluarga kita. Mungkin dosa kita yang memuakkan itu membuat kita terperangkap di dalamnya. Mungkin dosa kita yang mengerikan itu membuat kita pernah melakukan hal-hal yang sampai mati akan terus disesali. Sekarang datang kepada Tuhan, sujud kepada Dia, dan mohonlah kepada-Nya. Katakan kepada Dia, “Bapa yang penuh kasih, ampunilah aku…” (JP)